HADITS DHO’IF BERDASARKAN ADANYA ‘ILLAT, PEMBAGIAN HADITS BERDASARKAN KUALITASNYA




Hadits dha’if adalah semua hadist yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadist yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama’, hadist dho’if adalah hadist yang tidak terkumpul padanya sifat hadist shahih dan hasan.
Hadits dha’if ini bisa terjadi karena beberapa sebab termasuk disebabkan adanya keterputusan sanad. Dalam hal ini bisa terjadi karena perawi tidak pernah bertemu dengan perawi yang berada diatasnya karena memang tidak sezaman ataupun sezaman namun tidak pernah bertemu dan karena memang si perawi tidak mendengar dari gurunya.
Berdasarkan kualitasnya, hadits dha’if berdasarkan adanya illat dapat dibagi menjadi beberapa macam. Dan pembahasan selengkapnya tentang hadits dha’if berdasarkan adanya illat akan dijelaskan dalam makalah ini, semoga bermanfaat.
  

A.      DEFINISI ‘ILLAT
Yang dimaksud dengan العلّة adalah kecacatan yang samar yang mengindikasikan bahwa seorang perawi telah melakukan kesalahan dalam  meriwayatkan sebuah hadits, baik perawi tersebut ثقة atau ضعيف dan baik kesalahan tersebut berada pada sanad atau matan.[1]
العلّة tersebut bisa diketahui melalui indikasi التفرّد (sendirinya seorang perawi dalam meriwayatkan sebuah hadits dari gurunya; tidak menyamai riwayatnya baik riwayat dari kawan seperguruan atau riwayat dari jalur sanad lain) dan المخالة (periwayatan seorang perawi atas sebuah hadits tidak sama dengan periwayatan kawan seperguruannya atau dengan periwayatan dari jalur sanad yang lain) dengan diperkuat indikasi-indikasi lainnya yang menunjukan bahwa perawi tersebut telah melakukan kesalahan periwayatan. [2]

B.       HADITS MUNKAR DAN MA’RUF
Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dhoif yang berbeda dengan riwayat rawi yang tsiqoh(terpercaya). Sedangkan hadits ma’ruf adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang terpercaya, yang berbeda dengan riwayat rawi yang dhoif. [3]
Contoh nya :
2
Hadits munkar dan hadits ma’ruf ialah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, dari riwayat Hubaiyyib bin Habib, saudara Hamzah al-Zayyat dari Abu Ishaq, dari Al-Aizar bin Hurais, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Muhammad S.A.W, beliau bersabda : [4]

مَنْ اَقَامَ الصَّلاَةَ وَاَتَى الزَّكَاةَ وَحَجَّ وَصَامَ وَقَرَى الضَّيْفَ دَخَلَ الجَنَّةَ
Struktur sanad :


Keterangan :

            Hadits yang diriwayatkan sebagian perawi tsiqah pada hadits Hubaiyyib bin Habib yang telah disebutkan sebelumnya dari Abu Ishaq, dari Al-Aizar bin Harits, dari Ibnu Abbas dengnan jalan mauquf (hanya sampai pada sahabat), tidak dimarfu’kan kepada Nabi Muhammad S.A.W. Artinya, bahwa perkataan ini tidak dinisbatkan kepada Nabi Muhammad S.A.W. tetapi dinisbatkan kepada Ibnu ‘Abbas.
Sedangkan Hubaiyyib bin Habib adalah rawi yang tidak terpercaya (tidak Tsiqah), dan ia telah memarfu’kan hadits, lalu menjadikannya sebagai perkataan Nabi Muhammad S.A.W, sedangkan sebagian perawi tsiqoh menjadikannya sebagai hadits mauquf.
Berdasarkan contoh ini, maka hadits yang datang dari jalur perawi tsiqoh dinamakan hadits Ma’ruf, sedangkan yang datang dari jalur yang tidak tsiqah dinamakan Hadits Munkar.

C.      HADITS SYADZ DAN MAHFUDZ
a)         Hadits Syadz
Syadz menurut bahasa adalah isim fa’il dari fi’il syadzadza dengan arti menyendiri, maka kabar syadz artinya adalah kabar yang menyendiri dari orang banyak. [5]
Hadits syadz Adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang terpercaya yang berbeda dalam matan/sanadnya dengan riwayat rawi-rawi yang relatif lebih terpercaya dan tidak mungkin dikompromikan antara keduanya. [6]
b)        Hadits Mahfudz
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang relatif lebih terpercaya dan berbeda dengan riwayat rawi yang terpercaya, dimana perbedaannya ialah terletak pada adanya penambahan atau pengurangan dalam sanad / matan. [7]



Contohnya :
حدثنا يشر بن معاذ العقدي ثنا عبدالواحد بن زياد ثنا الاعمش عن ابي هريرة قال قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم اذا صلى احدكم ركعتي الفجر فليضطجع على يمينه
Artinya ;
“Apabila salah satu diantara kalian sholat fajar, maka hendaklah ia berbaring ke samping kanannya”
Hadits fi’liyah
Hadits qauliyah

Struktur Sanad :






Keterangan :
Dalam meriwayatkan hadits ini, Abdul wahid berbeda dengan periwayat lain yang jumlahnya banyak. Para perawi lain meriwayatkan hadits ini dari perbuatan Rasulullah, bukan dari sabda beliau. Sedangkan Abdul Wahid meriwayatkan bahwa hadits ini adalah sabda beliau Rasulullah S.A.W.
Pembahasan :
                               I.            Al- A’masy, nama aslinya adalah Sulaiman bin Mihran, dia adalah rawi yang relatif lebih terpercaya. Sebagaimana yang tertulis dalam kitab taqribu al-tahdzib karya imam al-asqolani :
(ع) سليمان بن مهران الاسدي الكاهلي,ابو محمد الكوفي,الاعمش,ثقة حافظ عارف بالقراءات ورع لكنه يدلس,من الخامسة,مات سنة سبع واربعين,او ثمان,وكان مولده اول سنة احدى وستّين

Maka jelas lah bahwa Al- a’masy adalah rawi yang relatif lebih terpercaya, yang kemudian bersamaan dengan rawi sebelumnya yaitu Abi Hurairah mengatakan bahwa ini adalah perbuatan Nabi, bukan sabda beliau. Maka yang demikian ini adalah Mahfudz.
                            II.            Abdul Wahid bin Ziyad, adalah rawi yang memang terpercaya, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh imam ibnu hajar al- asqolani dalam kitabnya taqribu tahdzib :
عبدالواحد بن زياد العبدي مولاهم,البصري,ثقة,في حديثه عن الاعمش وحده,مقال,من الثامنة,مات سنة ست وسبعين,وقيل بعدها
 Namun dalam hal ini beliau telah melakukan perbedaan dengan para rawi yang relatif lebih terpercaya yaitu, kawan-kawan seperguruannya, Al-a’masy dan Abu Huraiarah. Dan karena ini lah hadits ini dikatakan Syadz.

D.      MAQLUB
Hadits maqlub adalah hadits yang didalamnya terdapat perubahan, baik dalam sanad maupun matannya, baik yang disebabkan oleh adanya pergantian lafadz lain, atau disebabkan oleh susunan kata yang terbalik (mendahulukan kata-kata yang semestinya diakhir kalimat atau sebaliknya). [8] Maqlub matan ialah hadits maqlub yang penggantiannya terjadi pada matannya.
Contoh :
Hadits yang diriwayatkan oleh imam muslim dari sahabat Abu hurairah R.A, yaitu hadits tentang tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya, tujuh golongan tersebut : [9]
حَدَّثَنِى زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى جَمِيعًا عَنْ يَحْيَى الْقَطَّانِ - قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ - عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِى خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ  سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِى الْمَسَاجِدِ وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّى أَخَافُ اللَّهَ. وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ يَمِينُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
 “dan seorang laki-laki yang bersedekah kemudian ia menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan tangan kirinya.
Rasulullah




Keterangan :
Ini adalah salah satu riwayat yang terbalik yang dilakukan oleh seorang perawi. Sedangkan riwayat yang benar adalah “sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya ,
(حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه)
Seperti inilah hadits tersebut diriwayatkan oleh imam Bukhory dalam kitab shahihnya dan para ahli hadits lain.
حدثنا مسدد حدثنا يحيى عن عبيد الله قال حدثني خبيب بن عبد الرحمن عن حفص بن عاصم عن أبي هريرة رضي الله عنه
 : عن النبي صلى الله عليه و سلم قال سبعة يظلهم الله تعالى في ظله يوم لا ظل إلا ظله إمام عدل وشاب نشأ في عبادة الله ورجل قلبه معلق في المساجد ورجلان تحابا في الله اجتمعا عليه وتفرقا عليه ورجل دعته امرأة ذات منصب وجمال فقال إني أخاف الله ورجل تصدق بصدقة فأخفاها حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه

           
E.       MUDRAJ (Pada Matan)
Kata “mudraj” secara etimologi dikeluarkan dari kata “idraj” yang berarti “memasukkan”.
Mudraj pada matan adalah sebagian perawi telah memasukkan perkataannya dalam hadits Rasulullah saw., sehingga menimbulkan dugaan para pendengar bahwa itu adalah bagian dari hadits Nabi. [10]
Contoh: hadis yang dikeluarkan oleh al-Khathib al-Baghdadi dengan jalan; [11]
عَنْ أَبِي قَطْنٍ وَشَبَابَةَ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَسْبِغُوا الْوُضُوْءَ، وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
Struktur sanad:
رسول الله
ابي هريرة (قال)
محمد بن زياد (عن)
شعبة (عن)
شبابة (عن)     ابي قطن (عن)


Keterangan:
“Dari Abu Qathn dan Syibabah, dari syu’bah, dari Muhammad bin Ziyad, dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah saw bersaba; Sempurnakan-lah wudlu’, celakalah tumit orang yang berasal dari api neraka.”
Menurut hasil penelitian, Kalimat asbighul wudlu’ (sempurnakanlah wudlu’) dalam hadis tersebut, hakikatnya adalah ucapan Abu Hurairah dan bukan hadits Nabi.

F.       HADITS MUSHAHHAF DAN MUHARRAF MATAN
1.         Mushahhaf
Secara etimologis kata mushahhaf merupakan bentuk isim maf’ul dari kata tashhif yang artinya menulis kata atau membacanya dengan cara yang tidak benar disebabkan ada keraguan pada huruf. [12]
Secara terminologis istilah mushahhaf adalah mengubah kalimat dalam suatu hadits kepada bentuk kalimat yang lain yang tidak diriwayatkan oleh perawi yang adil dan kuat hafalannya (tsiqah) baik lafadz maupun maknanya. [13]
Contoh: [14]
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ قَال قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ فَذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ
Struktur sanad:


Keterangan:
Abu Bakar Al- Shauliy telah melakukan kesalahan dari segi penulisan huruf (mushahhaf) terhadap hadits ini, yaitu pada kalimat “sittan min syawwaalin”, diucapkannya dengan mengatakan “syaian min syawwaalin”. Perkataan “sittan” yang berarti enam diubah oleh Abu Bakar Ash-Shauliy menjadi “syaian” yang berarti sedikit.
2.         Muharraf
Istilah “tahrif (muharraf)” dimaksudkan sebagai tinjauan kesalahan dari segi perubahan syakal/harakat. Jadi, hadits muharraf adalah hadits yang mukholafahnya terjadi disebabkan karena perubahan kata.
Contoh: [15]
حَدَّثَنِي بِشْرُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ قَالَ سَمِعْتُ سُلَيْمَانَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سُفْيَانَ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ قَال رُمِيَ أُبَيٌّ يَوْمَ الْأَحْزَابِ عَلَى أَكْحَلِهِ فَكَوَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya:”Ubai (bin Ka’ab) telah terkena panah pada perang Ahzab mengenai lengannya,lalu Rasulullah nengobatinya dengan besi hangat.”
Struktur sanad:
Keterangan:
Ghandar mentahrif hadits ini tersebut dengan Abi yang artinya ayahku, yang sesungguhnya adalah Ubay bin ka’ab. Kalau pentahrifan Ghandar ini diterima, berarti yang terpanah adalah ayah Jabir. Padahal ayah Jabir telah meninggal pada perang Uhud, yang terjadi sebelum perang Ahzab.


Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa العلّة adalah kecacatan yang samar yang mengindikasikan bahwa seorang perawi telah melakukan kesalahan dalam  meriwayatkan sebuah hadits, baik perawi tersebut ثقة atau ضعيف dan baik kesalahan tersebut berada pada sanad atau matan.
Dan berdasarkan kualitasnya, hadits dha’if berdasarkan adanya illat diantaranya sebagai berikut:
1.        Hadits Munkar dan Ma’ruf.
2.        Hadits Syadz dan Mahfudz.
3.        Hadits Maqlub.
4.        Hadits Mudraj.
5.        Hadits Mushahhaf dan Muharraf.


DAFTAR PUSTAKA


Al-Maliki, Muhammad Alawi. 2006. Ilmu Ushul Hadits. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jumantoro, Totok. 1997. Kamus Ilmu Hadits. Jakarta: Bumi Akasara.
Muna, Arif  Chasanul. 2010. Qanunul-Fikr Li Dirasati ‘Ulumul-Hadits


       [1] Arif  Chasanul Muna, Qanunul-Fikr Li Dirasati ‘Ulumul-Hadits, hlm.13.
       [2] Ibid., hlm.13.
       [3] Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadits, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 112.
[4] Ibid., hlm.113.
[5] Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadits, (Jakarta: Bumi Akasara, 1997), hlm. 235.
[6] Muhammad Alawi Al-Maliki, Op. cit., hlm. 110.
[7] Ibid., hlm. 111.
[8] Muhammad Alawi Al-Maliki, Ibid., hlm. 114.
[9] Ibid., hlm. 116.
[10] Ibid., hlm. 126.
[11] Totok Jumantoro, Op. cit., hlm. 149.
[13] Ibid.,
[14] Muhammad Alawi Al-Maliki, Op. cit., hlm. 131.
[15] Totok Jumantoro, Op. cit., hlm. 153.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »