Evaluasi merupakan bagian dari
sistem manajemen, yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring, dan
evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan
dan akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan
mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan
serta hasilnya. Pemahaman terhadap dasar-dasar evaluasi dapat membantu para pengembang
kurikulum untuk merancang evaluasi yang sesuai dengan kajian-kajian teoritis yang
relevan.
Evaluasi dalam pengajaran tidak semata-mata dilakukan terhadap hasil belajar,
tetapi juga harus dilakukan revisi desain pengajaran itu sendiri. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan membahas bagaimana evaluasi itu dari segi pengertian, sejarah
perkembangan evaluasi, klasifikasi evaluasi yang dibagi menjadi dua (evaluasi formatif
dan sumatif) beserta contoh dari kedua macam klasifikasi tersebut. Dengan demikian
akan menjadikan pemahaman kita tentang kedua klasifikasi tersebut dan bisa menjadi
patokan kita dalam menjalankan kedua evaluasi tersebut dalam lingkungan sekolah.
A. Pengertian
Secara
harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu; evaluation, dalam
bahasa Arab berarti al-taqdîr(التقدير) dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya
adalah value dalam bahasa Arab berarti al-qîmah(القيمة) dalam bahasa Indonesia
berarti nilai. Dengan demikian, secara harfiah evaluasi pendidikan adalah penilaian
dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
pendidikan. Adapun dari segi istilah, terdapat berbagai definisi yang diungkap oleh
para ahli. Diantaranya adalah seperti yang dikatakan Anas Sudijono, yang mengutip
Edwind Wandt dan Gerald W. Brown mengatakan evaluation refer to the act or process
to determining the value of something(evaluasi menunjukkan kepada atau mengandung
pengertian suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu).
(Sudijono, 2007 : 1)
Sedangkan menurut Rusman, dia mengutip
berbagai definisi tentang evaluasi sebagai berikut: Gronlund mengatakan bahwa proses
yang sistematis dari pengumpulan, analisis dan interpretasi informasi atau data
untuk menentukan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran. Hopkins dan
Antes mengatakan evaluasi adalah pemeriksaan secara terus menerus untuk mendapatkan
informasi yang meliputi siswa, guru, program pendidikan, dan proses belajar mengajar
untuk mengetahui tingkat perubahan siswa dan ketepatan keputusan tentang gambaran
siswa dan ketepatan keputusan tentang gambaran siswa dan efektifitas program. MacDonald
berpendapat bahwa evaluation is the process of conceiving, obtaining and communicating
information for guidance of educational decision making with regard to a specified
programme(evaluasi adalah proses memahami, memperoleh dan memberitahukan informasi
untuk bimbingan pendidikan dengan membuat keputusan untuk sebuah program yang telah
ditetapkan). Menurut Morrison, evaluasi adalah perbuatan pertimbangan berdasarkan
seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggung jawabkan. (Rusman,
2009 : 93) Dari berbagai definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa evaluasi dalam
pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan
dengan tujuan yang telah ditentukan.
2. Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik(feed
back) bagi penyempurnaan pendidikan.
B. Sejarah Perkembangan Evaluasi Pendidikan
Pemahaman
tentang dasar-dasar evaluasi dapat membantu para pengembang kurikulum dalam
merencanakan evaluasi yang berada dalam pendidikan. Untuk meningkatkan
evaluasi, perlu diketahui bagaimana sejarah perkembangan evaluasi dari masa ke
masa. Berikut ini adalah perkembangan evaluasi sebagaimana dikutip oleh Rusman:
1. Masa pertama, dipelopori oleh Bobbit (tahun 1918)
dan Charles (tahun 1923), evaluasi dipusatkan pada pengukuran prestasi akademik
siswa. Evaluasi ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan tujuan
pembelajaran berkenaan dengan prestasi spesifik siswa. Evaluasi difokuskan
dalam mengukur apakah tujuan pembelajaran sudah dicapai. Tipe evaluasi ini
merefleksikan pertumbuhan minat dalam ilmu perilaku. Tes psikologis dan
intelegensi digunakan untuk menetukan bakat belajar dan untuk menemukan
penjelasan mengapa siswa menghadapi kesulitan ketika belajar. Ketika siswa
gagal untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, kegagalan
dianggap terletak pada siswa, bukan pada kurikulum.
2. Masa kedua, dimulai pada tahun 1940 dengan garapan
komisi relasi sekolah dan lembaga. Ralph Tyler dan kelompok asosiasinya
mengembangkan landasan filosofis evaluasi yang menekankan ranah kognitif yang
lebih tinggi dan tujuan pembelajaran afektif. Mereka juga menunjukkan bahwa tujuan
pembelajaran bisa menjadi sasaran untuk pengukuran. Dengan adanya dasar
filosofis baru berkenaan dengan evaluasi, telah terjadi pergerakan menuju
pengembangan program kelas pada satu tingkatan daerah sehingga evaluasi lebih
berbasis kelas. Dengan adanya dasar filosofis baru berkenaan dengan evaluasi,
telah terjadi pergerakan menuju pengembangan program kelas pada satu tingkatan
daerah sehingga evaluasi lebih berbasis kelas. Hal ini berarti bahwa guru bisa
mengonstruksi tesnya sendiri yang digunakan untuk mengevaluasi secara lokal
kurikulum yang dikembangkan. Tes ini juga bisa digunakan untuk memberi
informasi terhadap siswa secara individu mengenai kekuatan dan kelemahannya.
3. Masa ketiga, ditandai dengan peluncuran
Sputniktahun 1957. Pada masa ini terjadi berbagai macam perubahan seperti
pembelajaran inquiry (penyelidikan), pendekatan-pendekatan discovery
(penemuan), keterampilan pemecahan masalah dan variasi metodologi. Cronbach yang
dikutip oleh Rusman mengarahkan pembaharuan evaluasi dengan pendapat sebagai berikut:
>Sejauh mungkin, evaluasi harus digunakan untuk
memahami bagaimana kegiatan menghasilkan efek-efek dan parameter apa yang
mempengaruhi efektivitas dan harapannya.
>Studi evaluasi berjalan melebihi laporan kegiatan
dan membantu kita memahami pembelajaran dalam pendidikan. evaluasi akan
menegaskan apa yang mengubah hasil kegiatan dan harus mengidentifikasi berbagai
aspek dari kegiatan yang membutuhkan revisi.
>Hasil yang diamati bisa meliputi hasil umum yang
berada jauh di luar isi kurikulum itu sendiri, sikap, pilihan karir, pemahaman
umum, kekuatan intelektual, dan bakat untuk belajar lebih lanjut pada satu
bidang. (Rusman, 2009: 91-93)
C. Klasifikasi Evaluasi
Klasifikasi
atau penggolongan evaluasi dalam bidang pendidikan sangat beragam. Sangat beragamnya
ini disebabkan karena sudut pandang yang saling berbeda dalam melakukan kalsifikasi
tersebut. Dalam hal ini, klasifikasi tentang evaluasi yang akan penulis jelaskan
adalah evaluasi formatif dan sumatif.
1.
Evaluasi
Formatif
Maksud dari evaluasi formatif adalah
evaluasi yang dilaksanakan di tengah-tengah atau pada saat berlangsungnya
proses pembelajaran, yaitu dilaksanakan pada setiap kali satuan pembelajaran
atau subpokok bahasan dapat diselesaikan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh
mana peserta didik “telah terbentuk” sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah
ditentukan. (Sudijono, 2007: 23) Untuk membahas evaluasi formatif ini, seperti
yang Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi katakan dalam bukunya “Pengelolaan
Pengajaran”, (Rohani dan Ahmadi, 1991: 173-175) perlu meninjau dari berbagai
segi sehingga akan mudah memahami bagaimana sebenarnya evaluasi ini. di
antaranya adalah sebagai berikut:
a. Fungsi dan Tujuan Evaluasi
Formatif
Fungsi dari evaluasi formatif adalah
untuk memperbaiki proses belajar-mengajar.
b. Manfaat Evaluasi
Dalam evaluasi formatif ini, ada beberapa manfaat yang
dingkap oleh Suharsimi Arikunto yaitu manfaat bagi siswa, guru dan program
sekolah yang penjabarannya sebagai berikut:
1). Manfaat Bagi Siswa
a) Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah
menguasai bahan program secara menyeluruh atau belum.
b) Merupakan penguatan bagi siswa dan memperbesar
motivasi siswa untuk belajar giat.
c) Untuk perbaikan belajar siswa.
d) Sebagai diagnosa kekurangan dan kelebihan siswa
2) Manfaat bagi guru:
a) Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan
sudah dapat diterima oleh siswa.
b) Mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran
yang belum dikuasai siswa.
3) Manfaat bagi program sekolah:
a) Apakah program yang telah diberikan merupakan
program yang tepat atau tidak.
b) Apakah program tersebut membutuhkan
pengetahuan-pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan.
c) Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk
mempertinggi hasil yang akan dicapai atau tidak.
d) Apakah metode, pendekatan dan alat evaluasi yang
digunakan sudah tepat atau tidak (Arikunto, 1996: 34-36)
c. Waktu Pelaksanaan
Sesuai dengan fungsi dan tujuan evaluasi formatif,
maka evaluasi ini dilakukan untuk menilai hasil belajar jangka pendek dari suatu
proses belajar mengajar atau pada akhir unit pelajaran yang singkat yaitu
satuan pelajaran. Sebab perbaikan belajar mengajar itu hanya mungkin jika
dilakukan secara sistematis dan bertahap.
d. Aspek Tingkah Laku Yang Dinilai
Aspek tingkah laku yang dinilai dari evaluasi formatif
ini cenderung terbatas pada segi kognitif (pengetahuan) dan psikomotor
(ketrampilan) yang terkandung dalam tujuan khusus pelajaran. Untuk menilai segi
afektif (sikap dan nilai), maka penggunaan penilaian formatif tidaklah tepat.
Sebab untuk menilai perkembangan segi afektif ini diperlukan periode pengajaran
yang cukup panjang.
e. Cara Menyusun Soal
Sesuai dengan fungsi evaluasi formatif, maka evaluasi
ini harus disusun dengan sedemikian rupa sehingga benar-benar mengukur tujuan
khusus pengajaran yang dicapai. Oleh karena itu, soal harus dibuat secara
langsung dengan menjabarkan tujuan khusus pengajaran ke dalam bentuk
pertanyaan. Pada evaluasi formatif ini, masalah tingkat kesukaran dan daya
pembeda tiap-tiap soal tes tidak begitu penting.
f. Pendekatan Evaluasi Yang Digunakan
Sesuai dengan fungsi evaluasi formatif, maka sasaran
penilaian adalah kecakapan nyata setiap peserta didik. Oleh karena itu,
pendekatan dalam penilaian evaluasi formatif adalah penilaian yang bersumber
pada kriteria mutlak.
g. Cara Pengolahan Hasil Evaluasi
Ada beberapa cara pengolahan hasil evaluasi formatif. Cara-cara
tersebut adalah sebagai berikut:
i.
Menghitung
presentase peserta didik yang gagal dalam setiap soal. Dengan melihat hasil
presentase ini, guru akan dapat mengetahui sejauh mana tujuan khusus pengajaran
(TKP) yang bersangkutan dengan soal telah dicapai atau dikuasai oleh kelas.
ii.
Menghitung
presentase penguasaan kelas atas bahan yang telah disajikan. Dengan kata lain,
berapa persen kah dari bahan yang telah disajikan itu dikuasai kelas. Cara
pengolahan ini bertujuan untuk mendapatkan keterangan, apakah keterangan apakah
kriteria keberhasilan belajar yang diharapkan telah tercapai.
iii.
Menghitung
presentase jawaban yang benar yang dicapai setiap peserta didik dalam tes
secara keseluruhan. Dengan angka presentase ini, guru akan dapat mengetahui
sampai berapa jauh penguasaan setiap peserta didik atas bahan yang telah
diajarkan. Dengan kata lain, sejauh mana tingkat keberhasilan setiap peserta
didik atas unit pengajaran yang telah diajarkan ditinjau dari sudut kriteria
keberhasilan belajar yang diharapkan atau yang telah ditetapkan.
h. Penggunaan Hasil Evaluasi
Hasil pengolahan evaluasi formatif sebagaimana
disebutkan di atas dapat digunakan untuk keperluan-keperluan sebagai berikut:
i.
Atas
dasar angka presentase peserta didik yang gagal dalam setiap soal. Guru dapat
mempertimbangkan apakah bahan pelajaran yang bersangkutan dengan soal tes perlu
dibicarakan lagi secara umum atau tidak.
ii.
Atas
dasar angka presentase penguasaan kelas atas bahan yang telah disajikan, guru
dapat menilai dirinya sendiri mengenai kemampuannya dalam mengajar. Jika angka
itu belum mencapai kriteria keberhasilan umpamanya, maka guru akan mencari
sebabnya dan kemudian ia akan memikirkan perbaikan-perbaikan apa yang perlu
diadakan agar proses belajar mengajar dapat berjalan secara efisien dan efektif
sehingga kriteria keberhasilan itu dapat tercapai.
iii.
Dengan
mengetahui presentase jawaban yang benar dari setiap peserta didik dalam tes
secara keseluruhan, guru dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada pada
setiap peserta didik sehingga guru mendapat bahan yang dapat dijadikan sebagai
dasar pertimbangan apakah peserta didik perlu dapat bantuan atau pelayanan
khusus dari guru untuk mengatasi kesulitan dalam belajar. (Rohani dan Ahmadi,
1991:173-175).
I. Contoh Evaluasi Formatif
Berikut ini akan disajikan bentuk-bentuk contoh
evaluasi formatif dengan berbagai pengolahan.
l) Mengolah hasil setiap tujuan khusus pengajaran(TKP)
TKP merupakan penjabaran dari pokok bahasan dalam
satuan pengajaran. Dalam pengelolaan ini, kita mencari presentase gagal pada
setiap soal dari keseluruhan peserta didik pengikut tes. Misalnya: pada satuan
pelajaran IPA untuk SD kelas V berdasarkan TKP-TKP yang ada disusun soal-soal
tes sebagai alat evaluasi. Setelah tes dilakukan, kita periksa dan kita hitung
berapa persen peserta didik yang gagal pada setiap soal Bidang pengajaran: IPA
Catur wulan : I
Kelas : V
Jumlah peseta didik : 40 orang
Pokok bahasan :
- tumbuh tumbuhan dan peristiwa alam
- hewan dan peristiwa alam
Soal-soal tes Presentase peserta
didik yang gagal
1. Sebutkan manfaat hutan bagi manusia ? 25 %
2. Apakah yang terjadi ketika terjadi penebangan hutan secara liar ? 10 %
Soal no 1. Dari 40 orang pengikut tes terdapat 30
orang peserta didik yang menjawab dengan tepat. Ini berarti ada 10 orang
peserta didik yang gagal. Jadi: 10 x100% =
25% peserta didik yang gagal. 40
2) Mengolah hasil evaluasi sebagai nilai harian
Pada pengolahan evaluasi ini, pengolahan didasarkan
atas “ukuran mutlak” dengan mempergunakan rumus:
s.a = s.r x 10
s.i
s.a: skor akhir
s.r: skor real
s.i: skor ideal
10: skor 1-10
Skor akhir yang diperoleh peserta didik ialah skor
ideal atau skor yang berupa raw score(skor mentah) yang dicapainya, dibagi dengan
skor ideal(skor tertinggi yang mungkin dicapai bila semua soal dikerjakan
benar), kemudian hasil baginya dikalikan10 (bila menggunakan skala 10 atau
dikalikan dengan 100 (bila menggunakan skala 100). Kalau peserta didik
(Abdullah) memperoleh dari 20 soal tersebut skor realnya 86, maka nilai akhir
peserta didik tersebut adalah:
86 x 10 = 8.6 (dalam skala 10) 100.
2.
Evaluasi
Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi
yang dilaksanakan setelah sekumpulan progrm pelajaran selesai diberikan. Dengan
kata lain evaluasi yang dilaksanakan setelah seluruh unit pelajaran selesai
diajarkan. Adapun tujuan utama dari evaluasi sumatif ini adalah untuk
menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka
menempuh program pengajaran dalam jangka waktu tertentu. (Sudijono, 2007: 23)
Seperti halnya evaluasi formatif yang dikatakan Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi
dalam bukunya “Pengelolaan Pengajaran”, (Rohani dan Ahmadi, 1991: 176-179),
untuk membahas evaluasi sumatif ini, perlu meninjau dari berbagai segi sehingga
akan mudah memahami bagaimana sebenarnya evaluasi ini. di antaranya adalah
sebagai berikut:
a. Fungsi Evaluasi Sumatif
Fungsi evaluasi sumatif ini adalah untuk menentukan
angka kemajuan atau hasil belajar peserta didik
b Manfaat Evaluasi Sumatif
Berikut ini merupakan beberapa
manfaat yang didapat dari evaluasi sumatif:
1)
Untuk
menentukan nilai
2)
Untuk
menentukan seseorang anak dapat atau tidak mengikuti kelompok dalam menerima
program berikutnya
3)
Untuk
mengisi catatan kemampuan siswa (Arikunto, 1996: 36)
c. Waktu Pelaksanaan
Sesuai dengan fungsi evaluasi, maka evaluasi sumatif
ini dilakukan untuk menilai hasil belajar jangka panjang dari suatu proses belajar
mengajar seperti pada akhir program pengajaran.
d. Aspek Tingkah Laku Yang Dinilai
Karena evaluasi sumatif merupakan untuk menilai hasil
jangka panjang, maka aspek tingkah laku yang dinilai harus meliputi segi
kognitif (pengetahuan), psikomotor (ketrampilan) dan afektif (sikap dan nilai).
e. Cara Menyusun Soal
Penilaian sumatif ini merupakan evaluasi yang
dilakukan pada akhir program pengajaran. Ini berarti bahan pengajaran yang
menjadi sasaran penilaian cukup luas dan banyak. Oleh karena itu, tidak efisien
jika soal-soalnya disusun atas dasar tujuan khusus pengajaran (TKP) seperti
pada evaluasi formatif. Akan tetapi penyusunan soal-soalnya harus didasarkan
pada tujuan umum pengajaran(TUP) yang ada di dalam program pengajaran tersebut.
Selanjutnya, karena tujuan evaluasi sumatif itu untuk menentukan angka kemajuan
setiap peserta didik yang di antaranya untuk menentukan kenaikan kelas atau
lulus tidaknya, maka masalah tingkat kesukaran soal harus diperhatikan.
Artinya, soal-soal itu harus disusun sedemikian rupa sehingga mencakup yang
mudah, sedang dan sukar yang jumlahnya perbandingannya sekitar 3 : 5 : 2,
perbandingan ini tidak harus mutlak demikian. Masalah tingkat kesukaran soal
ini dimaksudkan agar hasil penilaian dapat memberi gambaran mengenai tingkat
kecerdasan atau kemampuan atau kepandaian tiap-tiap peserta didik atas dasar
klasifikasi kurang, sedang dan pandai. Di samping masalah tingkat kesukaran
soal, pada evaluasi sumatif ini diperhatikan daya pembeda dari setiap soal.
Artinya setiap soal harus mempunyai daya untuk membedakan peserta didik yang
pandai dengan yang kurang atau tidak pandai. Tapi tingkat kesukaran dan daya
pembeda suatu soal itu hanya dapat diketahui melalui analisis soal setelah tes
itu dicobakan. Untuk itu perlu diperhatikan pengetahuan lebih lanjut mengenai
teknik penilaian pendidikan yang menyangkut masalah “analisis soal”.
f. Pendekatan Evaluasi Yang Digunakan
Pada evaluasi sumatif, ada dua pendekatan yang dapat
digunakan dalam menilai:
1)
penilaian
yang bersumber pada kriteria mutlak, dan
2)
penilaian
yang bersumber pada norma relatif (kelompok)
g. Cara Pengolahan Hasil Evaluasi
Karena pada evaluasi sumatif ini ada dua pendekatan
dalam mengevaluasi, maka pengolahan hasilnya pun ada dua cara:
1)
Pengolahan
hasil evaluasi berdasarkan ukuran mutlak. Jika pengolahan hasil evaluasi itu
berdasarkan ukuran atau kriteria mutlak, maka yang harus dicari adalah
presentase jawaban benar yang dicapai oleh setiap peserta didik
2)
Pengolahan
hasil evaluasi berdasarkan norma relatif (kelompok). Untuk mengolah hasil
evaluasi yang berdasarkan norma relatif, digunakan nilai-nilai yang standar
seperti skala nilai 0 – 10 atau skala nilai 0 – 100. Untuk merubah nilai atau
skor mentah ke dalam skor terjabar berdasarkan skala penilaian tertentu, maka
prosedur atau langkah-langkah sebagai berikut:
a)
Menyusun
distribusi atau frekwensi skor yang diperoleh peserta didik
b)
Menghitung
angka rata-rata
c)
Menghitung
standar devisi
d)
Mengubah
skor ke dalam skala penilaian yang dikehendaki
h. Penggunaan Hasil Evaluasi
Pada evaluasi sumatif, hasilnya digunakan antara lain
sebagai berikut:
a)
Menentukan
kenaikan kelas
b)
Menentukan
angka raport
c)
Mengadakan
seleksi
d)
Menentukan
lulus tidaknya peserta didik
e)
Mengetahui
status setiap peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lainnya dalam
kelompok yang sama
l. Contoh Evaluasi Sumatif
Berikut ini akan disajikan bentuk-bentuk contoh
evaluasi sumatif dengan berbagai pengolahan: (Rohani dan Ahmadi, 1991: 192-194)
1)
Pengolahan
berdasarkan“ukuran mutlak”
Pengolahan skor mentah (raw score) dengan ukuran
mutlak dalam standar atau skala 10 dengan mempergunakan ketentuan rumus
s.a = s.r x 10
s.i
s.a: skor akhir
s.r: skor real
s.i: skor ideal
10: skor 1-10
Contoh:
Di dalam evaluasi sumatif dari suatu bidang pengajaran dibuat soal-soal sebagai
berikut:
a)
Tes
bentuk B – S : 30 soal, skor 1 untuk setiap soal yang benar
b)
Tes bentuk
pilihan jamak : 50 soal, n = 3 skor 1 per soal yang benar
c)
Tes bentuk
uraian: 4 soal, skor 5 untuk setiap soal yang benar dan memakai bobot2 soal mudah
berbobot1 masing-masingnya
-1 soal sedang berbobot 2
- 1 soal sukar berbobot 3
Skor tertinggi yang mungkin dicapai peserta (disebut
juga skor ideal) dari tes tersebut adalah sebagai berikut:
a)
Tes
benar – salah : 30 x 1 = 30
b)
Tes
pilihan jamak : 50 x 2 = 100
c)
Tes
bentuk uraian : 2 mudah : 2 x 5 x 1 = 10
1 sedang : 1 x 5 x 2 = 10
1 sukar : 1 x5 x 3 = 15
Jumlah skor ideal = 165
Di antara peserta didik suatu kelas yaitu kelas A, B
dab C berhasil mengerjakan soal-soal tes sebagai berikut:
nama Benar-salah Pilihan jamak Bentuk uraian dibuat
benar Dibuat benar Skor no 1 2 3 4
A 30 21 49 31 5 5 3 2
B 25 21 40 31 5 5 3 2
C 25 25 35 30 5 4 5 4
Skor mentah (raw score) mereka masing-masing, bila
dengan “rumus tebakan” (untuk B-S dan pilihan jamak) adalah sebagai berikut:
Si A = (21 – 9) x 1 + (31 – 18 ) x 2 + (10 x
1) + (3 x 2) + (2 x 3) = 78
3 – 1
Si B = (21 – 4) x 1 + (31 – 9 ) x 2 + (10 x 1) + (3 x 2) + (3 x 3) = 95
3 – 1
Si C = (25 – 0) x 1 + (30 – 5 ) x 2 + (9 x 1) + (5 x 2) + (5 x 3) = 111
3 – 1
Skor akhir A = 78 x 10 = 4,72 (atau 5)
165
Skor akhir B = 95 x 10 = 5,75 (atau 6)
165
Skor akhir C = 111 x 10 = 6,72 (atau 7)
165
2)
Pengolahan
berdasarkan “ukuran relatif (kelompok)”
Pengolahan yang berdasarkan ukuran relatif ini
ditujukan untuk menilai/ mengukur prestasi seseorang dibandingkan dengan nilai
prestasi rata-rata dari kelompoknya. Dengan kata lain, pengolahan yang
berdasarkan ukuran relatif menentukan kedudukan peserta didik masing-masing di
dalam kelasnya. Karena pengukuran “prestasi seseorang” dalam pengolahan
berdasarkan ukuran relatif ini dibandingkan dengan hasil rata-rata kelompok
dalam bilangan, maka kita pergunakan teknik-teknik statistik yang sederhana
yaitu teknik menyusun distribusi frekuensi.
Teknik Menyusun Distribusi Frekuensi
Distribusi penyebaran
Frekuensi: berapa kali datang yang sejenis pada suatu
saat tertentu, atau berapa banyaknya yang sejenis pada suatu kelompok atau
berapa kali suatu kelompok muncul dalam kelompok angka atau skor tertentu.
(1)
Data
yang mempunyai frekuensi sama
Hasil tes 8 orang peserta didik
adalah sebagai berikut:
Pada data sebelah kiri ini kita lihat, bahwa setiap
angka hanya diperoleh seorang peserta didik. Frekuensi setiap angka sama yaitu
satu.
(2)
teknik
menyusun distribusi frekuensi tidak sama
pada suatu tes, 10 orang peserta
didik memperoleh skor sebagai berikut:
dari data hasil tes seperti contoh di samping, ternyata:
yang memperoleh angka 75 = 1 orang
yang memperoleh angka 65 = 2 orang
yang memperoleh angka 60 = 4 orang
yang memperoleh angka 56 = 2 orang
yang memperoleh angka 55 = 1 orang
PENUTUP
Seperti yang dikatakan Rusman
mengutip pendapatnya Scriven, dia(Scriven) telah membuat perbedaan antara evaluasi
sumatif dan formatif. Dalam evaluasi sumatif, evaluasi berfungsi untuk
menetapkan keseluruhan penilaian program. Termasuk menilai keseluruhan manfaat
program tertentu dalam hubungannya dengan kontribusi terhadap kurikulum sekolah
secara total. Dalam evaluasi formatif meliputi pembuatan penilaian dan usaha
untuk menentukan sebab-sebab khusus. Informasi yang diperoleh dalam evaluasi
formatif memberi kontribusi terhadap revisi program. Ini memungkinkan pengembang
kurikulum untuk mengubah dan mengembangkan kurikulum sebelum menetapkan bentuk
final. Perbedaan yang mendasar antara dua tipe evaluasi ini menyangkut
bagaimana evaluasi diperlakukan, apa yang akan dievaluasi dan bagaimana
hasilnya akan digunakan. (Rusman, 2009: 101)
EmoticonEmoticon