Studi Pemikiran Mukti Ali, Atho’ Mudzhar, Jasser Audah, Fazlur Rahman dan Syamsul Anwar


A.      Pemikiran Mukti Ali dalam Studi Islam
Metode yang diajukan oleh Mukti Ali untuk memahami Agama Islam
1)   Metode Sintesis, yaitu mempelajari Islam dengan menggabungkan antara pemahaman Islam dengan pendekatan atau metode ilmiah.
2)   Metode Tipologi, yaitu memahami Islam berdasarkan topik atau tema tertentu kemudian dibandingkan dengan agama lain dengan tema atau topik sejenis. Adapun topikyang dibandingkan adalah :a) ketuhanan, sesuatu yang disembah oleh para pengikut agama. Orang Islam harus mengetahui siapa Tuhannya (Allah). Agar supaya kita mengenal betul tentang  Tuhan maka kita harus kembali kepada Al Qur’an dan Hadits juga dari keterangan-keterangan pemikir Muslim dalam bidang tersebut. Lalu membandingkan konsep tentang Allah itu terhadap tuhan agama lain seperti Yahweh, Zeus, Baal dan lain sebagainya. Tentu akan terdapat perbedaan dan akan semakin meyakinkan akan keesaan Allah, karena Allah adalah Tuhan yang sebenarnya.b)kitab suci, dasar peraturan yang diterangkan oleh agama. Orang Islam harus mengetahui dan memahami Al Qur’an, apa yang dibahas, dan seluruh seluk beluk didalamnya. Kemudian membandingkannya dengan kitab lain seperti Zabur, Injil, Taurat, Veda, Avesta dan lain-lain.c) kenabian, orang yang membawa ajaran agama itu. Tingkat ketiga orang Islam harus mempelajarii kepribadian Muhammad Ibn Abdullah. Untuk memahaminya perlu pendekatan terutama historis. Orang islam  harus tahu peranan Nabi Muhammad dalam berbagai permasalahan dunia. Aspek yang kita pelajari dari Nabi adalah aspek kemanusiaan dan aspek kenabiannya.  Lalu dibandingkan dengan pendiripendiri agama lain seperti Musa, Isa, Zoroaster dan Budha.d) Aspek Suasana dan situasi di mana nabi bangkit,  keadaan sekitar waktumunculnya Nabi dari tiap agama dan orang-orang yang didakwahi. e) Individu-individu yang terpilih yang dihasilkan oleh agama itu (Aspek orang-orang terkemuka).Dalam hal ini orang muslim memilih beberapa pilihan orang-orang yang dianggap sebagai produk sejati dari agama Islam. Dalam pemilihannya dapat mewakili corak dan tingkatan yang terdapat di masyarakat,  seperti Abu Bakar, Ali bin Abu Thalib, Khadijah, Bilal bin Rabbah dan lain-lain.Abu Bakar mewakili kalangan bangsawan, Khadijah mewakili kaum wanita, Ali Bin Abu Thalib mewakili kaum pemuda dan Bilal mewakili kaum budak.
Dengan mengetahui pemikiran tentang metode memahami Islam yang ditawarkan oleh Mukti Ali, setidaknya kita memperoleh pengetahuan baru, bahwa Islam bisa dikaji dari beberapa aspek karena Agama Islam bukan agama yang monodimensi melainkan multidimensi. Kemudian lewat pemikiran beliau bahwa Islam bisa dikaji dari berbagai sudut pandang dan dengan menggunakan metodologi yang berbeda, hal ini bukan berarti yang berhak mengkaji Islam  adalah kalangan teolog saja (Islam bukan milik kalangan teolog saja) melainkan ahli sejarah pun dapat mengkajinya melalui pendekatan sejarah, seorang antropologi, mengkaji Islam lewat pendekatan antropologi, begitupun, berbagai macam disiplin ilmu lainnya, seperti: Psikologi, filsafat, sosiologis dan lain-lain.
Sehingga untuk mendapatkan pengetahuan tentang Islam secara utuh maka kita harus berani berfikir dan sejenak melepaskan diri dari belenggu diktrin-doktrin (tekstual) kemudian mengkombinasikan dengan berbagai disiplin ilmu baik itu bernuansa Islam, sains, sejarah, sosiologis, bahkan membandingkan dengan agama lain. (Pentingnya memahami Islam secara konstektual)

B. Pemikiran Atho’ Mudzhar
            Atho’ Mudzhar adalah salah satu pemikir Islam yang berpendapat bahwa Islam Sebagai Wahyu dan Produk Sejarah dan juga Agama Sebagai Gejala Budaya dan Sosial.
1.      Agama Sebagai Gejala Budaya dan Sosial.
M.Atho dalam bukunya menjelaskan bahwa ada lima bentuk gejala agama, pertama, scripture (teks dan simbol). Kedua, para penganut, pemimpin, atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan pengahayatan penganutnya. Ketiga, ritus, lembaga, ibadat, seperti shalat, haji, perkawinan. Keempat, alat-alat seperti masjid, peci, dan lain sebagainya. Kelima, organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyyah. Dalam hal ini kita bisa melihat berbagai hal terkait agama sebagai gejala budaya misalnya memakai peci bagi laki-laki yang sedang shalat. Biasanya di kampung, laki-laki yang tidak memakai peci ketika shalat diangap kurang Islam, padahal Peci secara normatif bukanlah sesuatu yang wajib. Inilah salah satu bentuk agama sebagai gejala budaya.
2.      Islam Sebagai Wahyu dan Produk Sejarah
Islam sebagai wahyu dipahami sebagai wahyu illahi yang diwahyukan kepada nabi Muhammad saw. untuk dijadikan pedoman hidup agar manusia mendapat kebahagiaan kehidupan dunia dan akhirat. Jadi inti Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw (Alquran dan Hadis). Wahyu (ajaran dasar) tersebut memerlukan penjelasan tentang arti dan cara pelaksanaannya. Penjelasan ini dilakukan oleh para pemuka atau pakar agama yang membentuk ajaran agama kedua. Dalam bentuk ajaran dasar agama, ia bersifat absolut, mutlak benar, kekal, tidak pernah berubah, dan tidak bisa diubah. Sedangkan penjelasan ahli agama terhadap ajaran dasar agama tidaklah demikian. Bentuk ajaran agama yang kedua ini bersifat relatif, nisbi, berubah, dan dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun Islam sebagai produk sejarah bisa dilihat dari munculnya pemikiran tentang teologi Syi’ah, Khawarij, murjiah, jabariyah sebagainya yang merupakan bagian dari wajah Islam sebagai produk sejarah.
3.      Pendekatan Interdisipliner
Interdisipliner dipahami sebagai pengkajian suatu masalah dengan menggunakan berbagai pendekatan untuk memperoleh jawaban masalah yang lebih objektif.
Pemikiran Atho’ Mudhar pada hakikatnya menekankan pentingnya keterkaitan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum dalam menjawab persoalan manusia yang semakin kompleks seiring perkembangan zaman yang semakin pesat, sehingga wahyu Tuhan benar-benar menjadi shâlih li kulli zamân wa makân.
C. Pemikiran Jasser Audah
Jasser Audah telah memberikan kontribusi dalam Islamic Thought (Pemikiran Islam) dunia dengan gagasan pembaruan dalam bidang hukum Islam (Islamic Law). Beliau menawarkan pendekatan baru dalam Studi Hukum Islam. Jasser Audah memberikan gagasan baru tentang teori Maqasid al-Syariah yang didedukdi dari nilai-nilai universal Islam dan menjadikan teori ini sebagai based-Ijtihad dalam penetapan hukum Islam. Teori Maqasid al-Syariah ini dapat dipahami upaya pemahaman hukum Islam dengan memahami maksud dari hukum Islami yang didasari oleh syariat yang dapat mendatangkan kemaslahatan atau mencegah kemafdatan. Maqasid al-Syariah dapat diketahui dengan analisis dalil dengan pendekatan analisis tekstual berbasis pada illat hukum yang mengandung nilai-nilai universal Islam.
Menurut penulis teori Maqasid al-Syariah ini adalah upaya memahami Islam secara komprehensif dengan melihat nilai-nilai universal agama Islam dan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamiin, maka hukum Islam  sehingga hokum Islam sendiri tidak harus selalu dipahami secara tekstual saja.Maqasid al-Syariah ini sangat relevan dalam pengistinbatan hokum-hukum fiqih kontemporer dewasa ini, karena dalam fiqih kontemporer yang dasar nash nya tidak dijelaskan secara qa’I, sehingga banyak masalah-maslah fiqih dewasa ini yang perlu dikaji dengan pendekatan ini.Dengan teori Maqasid al-Syariah penetapan hukum Islam tidak kaku, dengan melihat illat, kemudian menentukan hukum Islam yang bernilai maslahah mursalah terhadap agama. Menjadikan Maqasid al-Syariah sebagai system akan melahirkan hukum Islam yang bersifat fleksibel, terbuka, realistis, universal yang dapat dirasakan oleh semua manusia.
D. Pemikiran Fazlur Rahman
            Fazlur Rahman adalah salah satu seorang yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan pemikiran Islam dunia. Salah satu teorinya yang terkenal dalam memahami agama Islam secara komprehensif adalah teori “double movement”. Teori ini sengaja dirancang untuk mengatasi problem-problem kehidupan manusia.Teori double movementadalah merupakan suatu proses penafsiran yang ditempuh melalui dua gerakan (langkah) dari situasi sekarang ke masa Alquran diturunkan dan kembali pada masa sekarangmemahami Islam/memahami Islam dengan cara menggeneralisasikan kepada prinsip-prinsip nilai ideal moral.
Double movement theory atau dalam bahasa Indonesia disebut teori gerak ganda adalah teori yang digunakan oleh Rahman dalam memahami Alquran dan Hadis Nabi. Dalam pandangan Rahman Alquran adalah firman Allah yang pada dasarnya adalah satu kitab mengenai prinsip-prinsip dan nasehat-nasehat keagamaan dan moral bagi manusia, dan bukan sebuah dokumen hukum, meskipun ia mengandung sejumlah hukum-hukum dasar seperti salat, puasa dan haji. Menurutnya, dari awal hingga akhir, Alquran selalu memberikan penekanan pada semua aspek moral yang diperlukan bagi tindakan kreatif manusia. Oleh karenanya, kepentingan sentral Alquran adalah manusia dan perbaikannya.
Hal yang senada juga diungkapkan Rahman mengenai sunnah Nabi Saw. Ia beranggapan bahwa sunnah Nabi Saw merupakan substansi perbaikan manusia. Dan oleh karena itu, menghidupkan al-sunnah merupakan suatu keharusan dalam melakukan pembaharuan. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa sejumlah aturan-aturan hukum di dalam Alquran dan al-Sunnah tidaklah bersifat final melainkan berlaku untuk selamanya, senantiasa berubah dengan landasan utamanya yaitu kesesuaiaannya dengan alam realitas yang selalu berubah pula, baik waktu atau tempatnya.Dari latar belakang pemikirannya itu, Rahman menggunakan teori gerak ganda atau teori double movement yang ia prakarsai dalam memberi pandangan terhadap Alquran, khususnya terhadap ayat-ayat hukum.Teori ini merupakan suatu proses penafsiran yang ditempuh melalui dua gerakan (langkah) dari situasi sekarang ke masa Alquran diturunkan dan kembali pada masa sekarang.
Kendati demikian teori ini mempunyai kelemahan, kelemahannya yakniteori ini hanya dapat diterapkan pada kasus-kasusyang bisa ditemukan teksnya dalam Alquran dan Sunah yang diketahui latar belakang sosio-historisnya. Sedangkan pada kasus-kasus yang hanya bisa ditemukan teksnya sementara latar belakangnya tidak diketahui atau bahkan sama sekali tidak ditemukan teksnya.
E. Pemikiran Syamsul Anwar
Salah satu pemikiran Islam dari Prof. Dr. Syamsul Anwar yakni tertuang dalam karya bukunya yang berjudul “Interkoneksi Studi Hadis dan Astronomi” ini mempunyai relevansi tersendiri terhadap terapan ilmu interkoneksi antara agama dan sains, antara nalar bayani dan nalar burhani karena menjadi satu tawaran metodologi yang dapat dijadikan pertimbangan untuk menyelesaikan berbagai problematika yang dihadapi umat Islam dewasa ini, baik teori maupun praktik. Di ranah praktis, satu problem krusial yang sangat mendesak di tengah kita saat ini adalah bagaimana kita dapat menemukan suatu metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara syar’i, maupun secara astronomi, mengenai masa depan penentuan awal bulan hijriyah, bukan hanya dalam skala nasional dan regional, namun juga dalam skala global. Dalam buku beliau mencoba menawarkan pemikirannya yang bersifat futuristik, namun tetap berpijak kepada Al-qur’an dan As-Sunnah.

Dalam ranah teoretis, lewat buku ini beliau menjelaskan tentang adanya interkoneksi antara agama dan sains dan memberikan bukti tentang metodologi baru dalam memahami Islam secara utuh, yakni Islam tidak hanya dipahami lewat dali nash saja melainkan juga didukung dengan pengetahuan ilmu modern. Secara umum gagasan penting yang dapat disimpulkan adalah: pertama,pentingnya paradigma interkoneksi dalam studi Islam. Paradigma ini semakin urgen untuk diterapkan mengingat problematika yang dihadapi umat Islam semakin kompleks. Kedua, pentingnya reinterpretasi nash-nash keagamaan (baik al-Quran maupun hadis) dengan wawasan yang saintifik dan empirik.Ketiga, afirmasi (penegasan ulang) mengenai pentingnya penerimaan hisab dalam penentuan awal bulan hijriyah, dan lebih khusus lagi untuk penyusunan kalender global.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »