Model Studi Islam yang ditawarkan oleh Syamsul Anwar

Model Studi Islam yang ditawarkan oleh Syamsul Anwar
(Interkoneksi Studi Hadits dan Astronomi)


Dalam metodelogi hadis umat Islam, unsur sanad merupakan tonggak semua analis hadis. Analisis matan tidak dapat dilakukan sebelum analisis sanad dapat membuktikan otentisitas sanad hadis. Setelah dapat dibuktikan bahwa sanad sebuah hadis adalah shahih baru analisis matan dilakukan. Apabila penelitian matan mengatakan bahwa hadis itu daif maka hadis itu ditolak dan dinyatakan daif. Sebaliknya jika penelitian matan menyatakan sahih maka sahihlah hadis tersebut.
Makalah ini membahas penelitian matan hadis, salah satunya penelitian yang diinterkoneksikan dengan astronomi. Ini merupakan kajian baru dalam penelitian matan hadis, mungkin merupakan yang pertama dalam pendekatan ini. Buku ini mampu membuktikan bahwa melalui pendekatan astronomi dapat ditunjukkan, dalam kasus-kasus tertentu, ada atau tidaknya waham rawi atau kemungkinan kekeliruan matan terutama yang berkaitan dengan angka tahun peristiwa.

Nama lengkap Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, MA. Lahir dari pasangan H. Abbas dan Hj. Maryam di Midai, Kepulauan Riau, 1956. Pendidikan dasar dijalani di kampung halaman (1963-1968). Pendidikan Menengah di Tanjung Pinang (1969-1974). Pendidikan Tinggi di Fakultas Syariah IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogya karta: Sarjana Muda 1978, Sarjana 1981, S2 1991, dan S3 2001. Tahun 1989 menikah dengan Dra. Suryani. Tahun 1989-1990 kuliah di Universitas Leiden, dan tahun 1997 di Hartford, Connecticut, USA. Sehari-hari bekerja sebagai dosen tetap fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, sejak tahun 1983 hingga sekarang. Tahun 2004 diangkat sebagai guru besar. Selain itu juga memberi kuliah pada Pasca Sarjana sejumlah Perguruan Tinggi, seperti S2 dan S3 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Program S3 Ilmu Hukum UII, S3 IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, disamping PPS UIN Sunan Kalijaga sendiri. Pernah menjabat sekretaris Prodi Hukum Islam PPS IAIN Sunan Kalijaga (1999-2003). Sering mengikuti kegiatan seminar (terakhir “Second Experts’ Meeting on the Study of Establishment of the Islamic Calender” di Rabat Maroko, 15-16 Oktober 2008). Sering melakukan penelitian termasuk di manca negara, antara lain tahun 2003 di Leiden disponsori oleh International Institute for Asian Studies (IIAS) dan di Kairo 2007 dalam Program Visiting Professor Award disponsori oleh UIN Sunan Kalijaga. Tentang kegiatan sosial, pernah mengikuti Youth Religious Service di Spanyol tahun 1987, World Religion Day di New York tahun 1997, dan sekarang aktif di Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan jabatan terakhir Ketua Majlis Tajrih dan Tajdid periode 2005-2010 dan 2010-2015.

C.     Karya – karya Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, MA.
Karya ilmiah antara lain :
1.      Islam, Negara da Hukum (terjemahan, 1993)
2.      Studi Hukum Islam Kontemporer (2006 dan 2007)
3.      Hukum Perjanjian Syariah (2007, 2010)
4.      Hisab Bulan Kamariyah ( terjemahan,2008 dan 2009),
5.      Hari Raya dan Problematika Hisab – Rukyat (2008)
6.      Tambahan Wa Barakatuhu dalam Salam Penutup Salat : Studi tentang Hadits Wa’il Ibn Hujr (2010)[1]
D.    Metode Interkoneksi dalam Studi Hadits
Pemikiran Syamsul Anwar ini berawal dari upaya partisipasinya sebagai seorang dosen pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah merbah identitasnya dari IAIN menjado UIN. Perubahan dari IAIN ke UIN itu mengadndung konsekuensi berubahnya filosofi keilmuan lembaga pendidikan itu pula. Seperti yang dikutip Syamsul Anwar, dalam buku Kerangka Dasar Keilmuan dan Pengembangan Kurikulum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ditegaskan bahwa UIN Sunan Kalijaga sebgai lembaga Pendidikan Tinggi Islam menawarkan pengembanga ilmu dan kurikulum dengan menggunakan pendekatan integrasi-interkoneksi ilmu, yaitu pendekatan yang menempatkan berbagai disiplin ilmu saling menyapa satu sama lainnya.
Dalam konteks pemikiran Syamsul Anwar ini disiplin ilmu yang saling menyapa itu adalah ilmu hadis dan ilmu astronomi. Akan tetapi, sebagaimana dijelaskan Syamsul Anwar, istilah astronomi di sini digunakan dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu practical astronomy, dan lebih dibatasi lagi dalam pengertian apa yang dalam literatur keislaman dikenal dengan ilmu falak syar’i. Dengan imu falak syar’i dimaksudkan suatu bagian dari astronomi yang mempelajari gerak dan posisi geometris benda-benda langit tertentu  – matahari, bulan dan bumi – guna menentukan arah tempat dan waktu di atas bumi. Pada sisi lain hadis-hadis yang menjadi obyek kajiannya adalah hadis-hadis yang berkaitan dengan waktu dan tanggal.
Menurut Syamsul Anwar, pendekatan integrasi-interkoneksi memiliki dua sisi terpisah : sisi integrasi dan sisi interkoneksi. Dalam integrasi terjadi restrukturasi ilmu berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Restrukturasi itu dilakukan dengan mengadakan perubahan menyngkut paradigma,teori, metode, dan prosedur-prosedur tehnis dalam ilmu bersangkutan. Contohnya adalah ilmu ekonomi Islam yang oleh para ahlinya dikembangkan dengan melakukan restrukturasi terhadap ilmu ekonomi(konvensional) berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Sedangkan dalam interkoneksi tidak terjadi restrukturasi semacam itu, melainkan yang terjadi adalah perluasan perspektif dengan menyerap informasi pelengkap dari ilmu lain. Atas dasar pendekatan interkoneksi dapat dirumuskan sebagai proses pengkajian dalam suatu bidang ilmu dengan memanfaatkan data dan analisis dalam ilmu lain terkait disamping menggunakan data dan analisis ilmu bersangkutan sendiri dalam rangka komplementasi, konfirmasi, kontribusi, atau komparasi (4K).
Komplementasi artinya bahwa data dan temuan ilmu terkait (dalam kajian ini : astronomi) dapat melengkapi data dan analisis dalam ilmu dimana pendekatan interkoneksi dilakukan (dalam kajian ini : ilmu hadis) sehingga dimungkinkan menarik kesimpulan yang lebih valid. Tanpa data itu suatu kesimpulan yang diambil masih akan mengandung kelemahan-kelemahan. Dalam kajian ini, salah satu pertanyaan yang diajukan adalah kapan hadis Kuraib tentang masalah matlak muncul? Jawaban atas pertanyaan ini tidak mungkin diberikan semasta berdasarkan data dan sejarah. Data dan temuan astronomi dapat melengkapi dan bersama dengan data hadis dan sejarah memungkinkan untuk dilakukan penarikan suatu kesimpulan guna menjawab pertanyaan tersebut.
Konfirmasi artinya memperkuat hasil temuan dalam kajian ilmu tertentu (disini : ilmu hadis). Data dan temuan astronomi mengkonfirmasi hasil anilisis dalam ilmu hadis, yaitu bahwa idul fitri di zaman Nabi Saw tidak ada yang jatuh hari jum’at. Hadis yang menyatakan idul fitri di zaman Rasullah Saw pernah jatuh hari jum’at tidak sahih dan temuan analisis astronomi mengkonfirmasi kesimpulan itu. Sedangkan hadis yang menyatakan bahwa hari raya pernah jatuh hari jumat, tanpa menyebut nama hari raya dimaksud, adalah sahih dan temuan astronomi menunjukan bahwa hari raya yang jatuh hari jumat di zaman beliau Saw itu adalah Idul Adha.
Kontribusi artinya suatu ilmu terkait dapat menyumbangkan temuan-temuan sehingga dapat mempertajam temuan ilmu tertentu (dalam kaitan ini : Ilmu hadis). Beberapa pernyataan dalam hadis, yang dari sudut analisis ilmu hadis merupakan hadis sahih, dikoreksi oleh dan tidak sejalan dengan temuan astronomi, sehingga hadis itu dari segi matan harus dinyatakan daif. Atau pada sisi lain temuan dalam ilmu terkait dapat dimanfaatkan untuk menguji tingkat validitas data dalam ilmu tertentu dimana dengan semata metode ilmu bersangkutan pengujian terhadap data tidak dapat dilakukan secara akurat. Temuan astronomi berhasil menditeksi waham (ketidakakuratan) rawi dalam pelaporan hadis.
Komparasi artinya bahwa hasil-hasil analisis ilmu terkait dapat menjadi bahan banding dalam analisis ilmu tertentu dalam rangka perluasan cakrawala pengetahuan. Dalam kajian ini, kebetulan tidak ada unsur komparasi antara hasil-hasil temuan ilmu hadis dan temuan astronomi.[2]

E.     Beberapa Landasan Pijak Teoritis
Berikut ini dikemukakan beberapa teori yang menjadi landasan pijak peneliatian ini. Teori-teori ini meliputi dua aspek yang berbeda. Pertama, teori menyangkut otentikasi hadis, yaitu penentuan sahih atau daifnya suatu hadis, dan kedua, teori menyangkut visibilitas hilal guna meramalkan kapan kiranya Nabi Saw bersama para sahabatnya dapat merukyat hilal[3].
1.    Kriteria Otentitas Hadis
Penelitian hadis dilingkungan kesarjanaan Islam meliputi penelitian tentang otentitas sanad dan penelitian tentang otentitas matan. Oleh karena itu otentitas hadis meliputi kriteria otentitas sanad dan kriteria otentitas matan.
a.         Kriteria Otentitas Sanad Hadis
Para ahli hadis menyepakati bahwa untuk dinyatakan sahih (otentik), suatu hadis harus memenuhi 5 kriteria, yaitu :
1.    Sanadnya bersambung
2.    Rawinya adil
3.      Rawinya dabit
4.      Bebas dari syuzuz
5.      Bebas dari ilat
b.         Kriteria Otentitas Matan Hadis
Kriteria otentitas matan hadis dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1.    Kriteria Formal otentitas matan
1)   Unsur bebas dari syuzuz
a)         Bebas dari pertentangan
b)        Bebas dari pencemaran
c)         Bebas dari kekeliruan
2)   Unsur bebas dari ilat
a)         Bebas dari kontradiksi internal
b)        Bebas dari interpretasi
2.    Kriteria substansial otentitas matan
1)   Bebas dari inkoherensi
a)         Tidak bertentangan denngan al-Qur’an
b)        Tidak bertentangan dengan hadis sahih
c)         Tidak bertentangan dengan ijmak
d)        Tidak bertentangan dengan praktik sahabat
e)         Tidak bertentangan dengan qiyas
f)         Tidak bertentangan dengan prinsip umum syariah
g)        Tidak bertentangan dengan kelaziman dalam hal yang umum terjadi.[4]
2.      Kriteria visibilitas Hilal
Metode untuk menentukan masuknya bulan baru dikalangan umat Islam ada dua, yaitu pertama, dengan cara mengamati bulan secara langsung pada hari ke 29 (malam ke 30) bulan berjalan, dimana bila hilal terlihat, maka malam itu dan ke esokan harinya dinyatakan sebagai bulan baru dan apabila hilal tidak terlihat, maka malam itu dan keesokan harinya dijadikan hari ke 30 bulan berjalan dan bulan baru dimulai lusa. Metode ini disebut metode rukyat. Kedua, tanpa melihat hilal melainkan menetapkan kriteria astronomis tertentu untuk memasuki bulan baru, dimana apabila kriteria itu telah terpenuhi, maka malam itu dan keesokan hari nya dinyatakan sebagai bulan baru, dan apabila kriteria itu belum terpenuhi, maka malam itu dan keesokan hari dijadikan hari terahir bulan berjalan dan bulan baru dimulai lusa. Metode ini dikenal dengan metode hisab. [5]
F.      Menerapkan Metode Interkoneksi Studi Hadis dan Ilmu Astronomi
1.    Hadis Kuraib dan Masalah Matlak
Dalam pemabahasan dan diskusi tentang kalender global Islam itu hadis Kuraib merupakan salah satu obyek perdebatan hangat karena harfiah hadis itu menekankan prinsip perbedaan matlak, dan sumber hadis itu, Ibnu Abbas, menolak kesatuan matlak dan sekaligus menyatakan bahwa hal demikian adalah perintah Nabi Saw. Sementara di lain pihak, pembuatan kalender terpadu Islam Internasional tidak menghendaki perbedaan matlak, karena ajaran perbedaan matlak itu sama dengan meniadakan penyatuan penanggalan itu sendiri.
Pertanyaan yang muncul menyangkut hadis kuraib ini adalah : (1) apakah hadis Kuraib tersebut sahih?, (2) apabila sahih, apakah hadis itu benar merupakan suatu hadis Nabawi (marfuk) atau hanya kaul sahabi (hadis maukuf)?, (3) mengapa Ibnu Abbas dalam hadis itu menolak kesatuan matlak? (4) bagaimana pandangan para ulama mengenai perbedaan matlak dalam hadis kuraib, apakah harus diikuti secara harfiah atau harus ditakwil dengan suatu ilat tertentu? Dari sudut pandang studi hadis menarik juga dipertanyakan tentang kapan hadis ini muncul?
Penelitian ini bertujuan untuk mengklarifikasi hadis itu sendiri dan untuk menemukan suatu interpretasi yang sejalan dengan tuntutan upaya penyatuan penanggalan Islam, yang oleh seorang penulis dikatakan sebagai suatu civilization inperative( suatu tuntutan perbedaan). Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menunjukan pentingnya pendekatan interkonektif studi hadis dengan astronomi dan memperbanyak contoh-contoh kajian interkoneksi antara keduanya.
a.         Kerangka teori
Dalam penelitian ini diperlukan teori tentang dua hal. Pertama teori menyangkut hadis, kesahihanya, dan formula pernyataan hadis, dan kedua, teori tentang visibilitas hilal(imkanu rukyat) guna memprediksi saat-saat dimana dimungkinkan melihat hilal.[6]
b.         Metode penelitian
Data penelitian ini berwujud dua macam, yaitu (1) data historis berupa teks hadis dan informasi biografis dan historis beberapa tokoh dalam hadis yang dikaji, dan (2) data astronomis berupa informasi tentang posisi bulan ramadhan yang diklaim oleh Kuraib (salah seorang tokoh rawi dalam hadis yang di teliti) dilihatnya pada malam jum’at di Damaskus ketika ia menemui Muawiyah disana. Data pertama diperoleh dari kitab-kitab hadis, biografi (rijal) dan sejarah (tarikh), dan data kedua diperoleh dengan melakukan perhitungaaan terhadap sejumlah Ramadhan selama periode yang diperkirakan Kuraib melihatnya. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan program al-Mawaqit ad-Daqaqah yang dibuat oleh Audah.
c.         Teks Hadis Kuraib dan Sumber Riwayatnya
حدثنا يحيى بن يحيى ويحيى بن أيوب وقتيبة وابن حجر قال يحيى بن يحيى أخبرنا وقال الآخرون حدثنا إسماعيل - وهو ابن جعفر - عن محمد - وهو ابن أبى حرملة - عن كريب أن أم الفضل بنت الحارث بعثته إلى معاوية بالشام قال فقدمت الشام فقضيت حاجتها واستهل على رمضان وأنا بالشام فرأيت الهلال ليلة الجمعة ثم قدمت المدينة فى آخر الشهر فسألنى عبد الله بن عباس - رضى الله عنهما - ثم ذكر الهلال فقال متى رأيتم الهلال فقلت رأيناه ليلة الجمعة. فقال أنت رأيته فقلت نعم ورآه الناس وصاموا وصام معاوية. فقال لكنا رأيناه ليلة السبت فلا نزال نصوم حتى نكمل ثلاثين أو نراه. فقلت أولا تكتفى برؤية معاوية وصيامه فقال لا هكذا أمرنا رسول الله -صلى الله عليه وسلم-
Artinya : dari Yahya Ibn Yahya, Yahya Ibn Ayyub, Qutaibah, Ibn Hujr( diriwayatkan bahwa) Yahya berkata: telah menyampaikan kepada kami,dan yang lain berkata: telah mewartakan kepada kami, (bahwa) Ismail Ibn Ja’far telah menyampaikan suatu riwayat kepada kami dari Muhammad, yaitu Ibn Abi Harmalah, dari Kuraib (yang menyampaikan) bahwa Ummul Fadl Binti Haris mengutusnya menemui Muawiyah di syam. Kuraib menjelaskan saya pun tiba di syam dan menunaikan keperluan ummul fadl. Ketika saya berada di syam, bulan ramadhan pun masuk dan saya melihat hilal pada malam jum’at. Kemudian pada akhir bulan ramadhan, saya tiba kembali di madinah. Lalu Ibn Abbas menanyai saya dan dia menyebut hilal. Ia bertanya: kapan kalian melihat hilal? Saya menjawab: kami melihatnya malam jumat. Ia bertanya lagi: apakah engkau sendiri melihatnya? Saya menjawab: ya,dan banyak orang juga melihatnya. Mereka berpuasa keesokan harinya dan juga Muawiyah berpuasa (keesokan harinya). Lalu Ibnu Abbas berkata : Akan tetapi kami melihatnya malam sabtu. Oleh karena itu kami akan terus berpuasa hingga tiga puluh hari atau hingga melihat hilal (Syawal). Lalu saya balik bertanya : apa tidak cukup bagimu rukyat Mu’awiyah dan puasanya? Ia menjawab : Tidak ! demikian Rasulullah Saw memerintahkan kepada kita (Lafal Muslim).[7]
d.        Masalah Matlak
     Hadis kuraib yang diperbincangkan ini telah diperdebatkan isinya menyangkut masalah matlak oleh para fuqoha selama berabad-abad dan berdebatan itu masih berlangsung hingga sekarang. Pertanyaannya adalah : apabila hilal terlihat di suatu tempat, apakah rukyat itu hanya berlaku bagi tempat atau kawasan itu saja atau dapat diberlakukan lebih luas lagi dan sejauh mana?[8]
     Uraian diatas memperlihatkan bahwa penyatuan penanggalan hijriyah tidak dapat didasarkan kepada rukyat karena keterbatasannya dan karena berpindah-pindahnya tempat terjadinya rukyat. Untuk itu usaha penyatuan penanggalan hijriyah hanya bisa dilakukan dengan menggunakan hisab. Hadis kuraib diatas haruslah dilihat sebagai sebuah penyelesaian dalam keterbatasan pengetahuan astronomi pada zaman itu.[9]
G.    Kesimpulan
Syamsul Anwar merupakan salah seorang ahli falak Muhammadiyah yang banyak menghasilkan pemikiran-pemikiran cemerlang. Di antara pemikiran cemerlangnya itu adalah kontekstualisasi pemahaman hadis-hadis tentang rukyat, hisab hakiki sebagai metode penentuan awal bulan dan interkoneksi studi hadis dan astronomi.
Dalam hal kontekstualisasi pemahaman hadis-hadis tentang rukyat Syamsul Anwar menggunakan dua metode dalam ilmu usul fikih untuk merekonstruksi pemahaman terhadap hadis-hadis tersebut secara kontekstual. Dua metode itu adalah metode kausasi dan kaidah tentang perubahan hukum. Sedangkan dalam hal penentuan awal bulan, Syamsul Anwar merupakan orang yang berpandangan hisab. Menurutnya penggunaan hisab di zaman sekarang adalah harga mati dan tidak bisa ditawar lagi. Adapun pemikiran Syamsul Anwar mengenai interkoneksi studi hadis dan astronomi merupakan pemikiran paling genuine yang pernah ia hasilkan. Menurutnya pendekatan interkoneksi ini adalah proses pengkajian dalam suatu bidang ilmu dengan memanfaatkan data dan anailisis dalam ilmu lain terkait di samping menggunakan data dan analisis ilmu bersangkutan sendiri dalam rangka komplemetasi, konfirmasi, kontribusi atau komparasi (4 K).




[1] Syamsul Anwar, Interkoneksi Studi Hadis dan Astronomi. (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. 2011).
[2] Ibid. hlm 4
[3] Ibid. hlm 7
[4] Ibid. hlm 49
[5] Ibid. hlm 56-57
[6] Ibid. hlm 74-75
[7] Ibid. hlm 76-78
[8] Ibid. hlm 103
[9] Ibid. hlm 115

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »