Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah telah memainkan peranan
yang amat penting dalam gerakan pengembangan intelektual dan berdirinya
berbagai institusi pendidikan. Islam tidak hanya melahirkan para ulama di
bidang ilmu agama (tafsir, hadis, fikih, kalam, filsafat dan taswauf).
Melainkan juga ilmuan di bidang umum (metafisika. Fisika, biologi, kedokteran,
farmokologi, astronomi, sosiologi, ekonomi, politik, hukum dan sebagainya) dan
bidang ilmu humaniora (filsafat, seni, dan sebagainya). Umat Islam tidak hanya
ahli dalam bidang llmu yang berbasis wahyu, melainkan juga ahli dalam bidang
sains yang berbasis pada kajian fenomena alam jagat raya, dalam bidang ilmu
sosial yang berbasis pada perilaku manusia, dan dalam bidang humaniora yang
berbasis pada pemikiran, perenungan, dan kontemplasi yang mengandalkan akal dan
batin. Hasil usaha umat islam dalam berbagai ilmu tersebut pernah mencapai
puncaknya di zaman klasik ( khususnya zaman abbasiyah) yang sisa-sisanya masih
dapat dijumpai higga sekarang pada berbagai perpustakaani dunia, seperti
Alexandria, Mesir, Cordova, Spanyol, Baghdad, Irak,India, dan berbagai
perpustakaa di berbagai perguruan tinggi di Barat dan Eropa
Warisan umat Islam
dalam bidang ilmu agama dan ilmu pengetahuan tersebut berdampingan dengan
kemajuan dalam bidang pendidikan yang diselenggarakan pada berbagai institusi
lembaga pendidikan di berbagai belahan dunia. Intinya umat Islam juga
mewariskan berbagai lembaga pendidikan tinggi yang tersebar di berbagai negara,
seperti di Baghdad (universitas Baghdad), Mesir (Universitas Al-Azhar), India
(universitas Douband dan Aligarch), spanyol, Damaskud, Syria, Turki dan sebagainya.
Memahami latar
belakang lahirnya gerakan intelektual dan lahirnya institusi pendidikan
sebagaimana tersebut di atas, merupakan studi yang amat menarik, karena selain
akan menimbulkan kebanggaan terhadap Islam, juga akan mengetahui faktor yang
menyebabkan terjadinya gerakan inteletual tersebut beserta bagimana proses
tranformasi intelektual dari barat ke dunia Islam.
A.
Masa
Kegelapan Dunia Barat dan Kemajuan Peradaban Islam
Dari segi ilmu pengetahuan, selama beberapa abad,
barat dikuasi oleh doktrin gereja yang
cendrung menolak kajian ilmu pengetahuan, dan budaya berfikir atau filsafat
yang pernah berkembang pada masa sebelumnya di yunani.
Pada masa ini, para ilmuan dianggap kafir, zindik, dan
keluar dari agama Masehi. Karena itu, mereka disiksa dan dihukum dengan
berbagai hukuman. Sebagian dari mereka melarikan diri ke Asia dan menetap di
Syiriah, Irak, dan Jazirah arabia. Disana mereka bebas mengajarkan ilmu
filsafat yunani. Oleh karena itu tindakan gereja tersebut, dunia barat sunyi
senyap dari filsafat dan ilmu pengetahuan, selain dari ilmu agama Masehi.[1]
Doktrin gereja tersebut berkembang hingga abad
pertengahan. Sehingga pada saat itu pula, dunia barat mengalami masa kegelapan
yang pada akhirnya berakhir dengan perlawanan para ilmuwan yang mempertahankan
pendirian ilmiahnya dan berkoalisi dengan raja untuk menumbangkan kekuasaan
gereja.[2]
Koalisi ini berhasil dan tumanglah kekuasaan gereja sehingga muncul Renaissance
yang pada akhirnya melahirkan sekularisme dan lahirnya dikotomi antara ilmu dan
gereja (agama)[3]
Sementara itu, ketika dunia barat berada pada masa
kegelapan, terutama dibidang ilmu pengetahuan akibat doktrin gereja, dunia
Islam sibuk melakukan pengkajian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang begitu
pesat sehingga melahirkan peradaban yang bernilai tinggi. Hal ini didorong oleh
faktor internal daan eksternal. Dari segi internal ajaran Islam sangat
mendorong umatnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dimana wahyu yang
pertama kali turun kepada Nabi Muhammad adalah perinta iqra’ yang menunjukkan
bahwa ajaran islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pengembangan
ilmu pengetahuan. Sementara dorongan dari segi eksternal diperoleh melalui
kekuatan sistem pendidikan yang integral dan dinamis, diantaranya ketersediaan
perpustakaan yang memadai pada setiap lembaga pendidikan.[4]
Serta dorongan dari kalangan penguasa dengan menyediakan sarana yang dibutuhkan
para ilmuwan dalam mengembangkan tepri-teorinya bahkan menghargai setiap temuan
para ilmuwan tersebut dengan harga tinggi.[5]
Sehingga ekspansi yang dilakukan oleh umat islam telah sampai ke jazirah Arab,
hingga ke eropa yang menyebabkan umat bersentuhan dengan ilmu pengetahuan
warisan yunani, romawi dan persia kuno.
Dengan adanya dorongan-dorongan tersebut, melalui
suatu perjuangan ekstra keras, baik secara material maupun secara emosional,
semua peninggalan khazanah ilmu pengetahuan kemudian dipelajari, diteliti,
dianalisis, dan dijabarkan oleh para ilmuan akan tetapi juga akibat campur
tangan para penguasa waktu itu yang secara intens menaruh perhatian yang sangat
besar terhadap karya-karya klasik tersebut. Diantara para penguasa yang menaruh
perhatian tinggi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan tersebut adalah nizam
al-mulk untuk merealisasikan keinginannya tersebut, ia mengambil kebijakan
diluar kebiasaan penguasa sebelumnya, yaitu mendirikan lembaga pendidikan
Universitas Nizhamiyah yang semua biaya operasionalnya menjadi tanggung jawab
penguasa.[6]
Tumbuhnya lembaga pendidikan yang demikian ini bukan
hanya di wilayah kekuasaan nizam al-mulk saja, akan tetapi juga di
wilayah-wilayah islam lainnya. Pada masa ini, sejumlah tokoh dan ilmuan muncul
dengan gemilang mengembangkan budaya ilmiah. Banyak diantara mereka yang
bertindak sebagai ilmuan sekaligus ulama. Mereka tersebar diberbagai daerah di
bawah kekuasaan ‘Daulah Islamiyah” baik di bawah kekuasaan Umayah timur dan
barat, abbasyiah di baghdad, fatimiah di mesir, dan masih banyak lagi lainnya.
Ibnu sina misalnya selain seorang dokter, ia juga
dikenal sebagai filsuf muslim kenamaan dan ahli tasawuf. Dalam usia 18 tahun,
ia telah menguasai segala ilmu pengetahuan dimasa itu yang meliputi al-qur’an
dan tafsir, linguistik, sastra, kedokteran, psikologi, dan pendidikan. Ibu Rush
selain seorang filsuf dia juga ahli fikih
dengan karyanya Bidayah al-Mujtahid. Abu bakar muhammad ibnu zakaria
al-Razi, selain seorang dokter, juga dikenal sebagai filsuf muslim ternama.
B.
Makna Transformasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, secara bahasa
transformasi adalah perubahan (bentuk, sifat, fungsi, dsb).[7]
Adapun secara istilah transformasi adalah perubahan struktur gramatikal menjadi
struktur gramatikal lain dengan menambah, mengurangi, atau menata kembali
unsur-unsurnya. Adapun definisi intelektual secara bahasa dapat diartikan cerdas,
berakal, dan berpikir jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Sedangkan secara
istilah intelektual adalah totalitas
pengertian, atau kesadaran, terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman.
Jadi
transformasi intelektual Yunani, Persia, Romawi dalam dunia Islam dapat kita
definisikan sebagai proses perubahan struktur gramatikal pemikiran, kesadaran
yang berdasarkan ilmu pengetahuan, serta tradisi keilmuan Yunani, Persia dan
Romawi untuk kemudian masuk dan diadopsi dalam bentuk yang baru di dunia Islam.
- Athena
Sebagai sebuah kota yang berada di bawah kekuasaan
Romawi Timur, Athena mengalami kemakmuran dan kemajuan budaya serta menjadi
salah satu pusat intelektual kerajaan Romawi. Filsafat dan Ilmu-ilmu lainnya
berkembang dengan baik.
- Alexandria
Sejak abad pertama masehi telah menjadi pusat pengembangan filsafat dan
ilmu yang berasal dari tradisi timur (India dan Cina) maupun tradisi ilmiah
Mesir. Terkenal dengan museumnya yang diberi nama Museum Alexandria.
- Romawi Timur
Ketika kerajaan Yunani mengalami kemunduran dan
kemudian kaisar Augustus mendirikan kerajaan Romawi pada tahun 27 SM. Saat itu,
Athena tetap berfungsi sebagai pusat pengembangan Intelektual. Sayangnya,
filsafat dan sains tidak pernah tumbuh subur di Roma seperti halnya di Athena
dan Alexandria. Namun demikian, para filosof dan ilmuwan pada masa romawi
mencakup orang-orang yang sangat berpengaruh dalam perkembangan intelektual
eropa masa pertengahan.
- Konstatinopel
Disana terdapat Universitas sebagai sumbangan
Konstantinopel terhadap perkembangan pengetahuan. Dan Universitas ini merupakan
universitas baru yang menjadi pusat belajar terpenting dikerajaan tersebut.
- Jundi Shapur
Menjadi pusat intelektual terbaik dizamannya,
khususnya dalam bidang kedokteran, matematika dan musik.
- Edessa, Harran dan Nisibis
Karya-karyanya yang diterjemahkan saat ini mencakup
bidang matematika, astronomi, kedokteran dan filsafat. Pada paruh pertama abad
ke-6 M kota Nisibis memiliki sebuah akademi pendidikan yang mungkin bisa
disebut terbaik di dunia kala itu. Disini berlangsung penerjemahan karya-karya
penting Yunani dan Sansekerta kedalam bahasa Persia lama dan bahasa Syria, oleh
para ilmuwan Syria , Yahudi, dll.
- Baghdad
Di tempat ini munculnya para ilmuwan Muslim terkenal
seperti Al-Khawarizmi, Al-Kindi, dan lainnya. Baitul Hikmah merupakan
perpustakan yang didirikan pada masa dinasti Abbasiyah. Di Baghdad ini
dilakukan penterjemahan buku asing ke dalam bahasa arab, termasuk buku-buku
Yunani.
D.
Transformasi
Intelektual Yunani, Persia, dan Romawi ke Dunia Islam
Proses transformasi terkait erat dengan sistem
pendidikan Islam yang berlaku pada saat itu. Baik dari segi kelembagaan, materi, maupun metodenya.[9]
Kontak awal Islam dengan peradaban klasik terjadi karena proses perluasan
wilayah. Adanya keterkaitan antara peradaban Barat dan peradaban Islam, dimana
perkembangan Islam mengambil manfaat dari peradaban barat dan sebaliknya pada
masa sesudahnya.
Penaklukan daerah-daerah dalam pemerintah Islam, sejak
masa Khulafaur Rasyidin, Umar bin Khattab sampai pada masa Daulah bani Umayyah
dan Bani Abbasyiah, banyak berpengaruh pada peradaban dan pendidikan Islam. Dan
yang paling berharga dari penaklukan negara-negara tersebut adalah pengetahuan
dari filsafat Yunani. Sejak itu dasar-dasar filsafat Yunani ikut memberikan
pengaruh pada kemajuan pendidikan Islam.[10]
Sejak
terjadinya ekspansi Islam ke beberapa wilayah diluar Jazirah Arab, seperti
Bizantium hingga Konstantinopel. Islam mulai berkenalan secara intensif dengan
berbagai kultur yang ditemuinya. Kenyataan bahwa daerah-daerah baru tersebut
telah memiliki akar dan tradisi intelektual serta kebudayaan yang tinggi telah
mendorong perkembangan pengetahuan dalam ranah pemikiran Islam. Kebijakan untuk
mempertahankan pusat-pusat pengetahuan dan budaya, yang umumnya memiliki
tradisi kefilsafatan Yunani yang kuat menjadi jembatan terjadinya transformasi
intelektual dari filsafat Yunani ke dalam tradisi intelektual Islam.
Transformasi intelektual Yunani ke dalam Islam
mengambil bentuknya sendiri yang disesuaikan dengan ajaran Islam. Karena itu,
beberapa hal ditafsirkan kembali dalam pemahaman yang Islami tanpa mencabut
nilai dasar dari pemikiran induknya. Tradisi intelektual Islam adalah tradisi
yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis sebagai pijakan epistomologisnya dan
lebih bersifat naqly, dan bermuara pada tujuan meng-Esakan Allah sebagai asas
ajaran Islam. Sementara tradisi Yunani berpijak pada logika rasional dan sangat
dipengaruhi oleh mitologi dan politeisme.
Benih-benih proses transformasi dan perkembangan ini
sebenarnya sudah mulai terlihat pada masa Bani Ummayah. Akan tetapi masa
prosentasenya akan sangat kecil jika dibandingkan dengan masa puncaknya yang
terjadi pada masa Daulah Abbasyiah. Hal ini di tunjukan dengan berkembang
pesatnya ilmu pengetahuan.
Berikut sebab-sebab perkembangan ilmu pengetahuan dan
filsafat pada masa Dinasti Abbasyiah, diantaranya:[11]
- Kontak antara Islam dan Persia menjadi jembatan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan fisafat karena secara kultural Persia
banyak berperan dalam pengembangan tradisi keilmuan Yunani. Salah satu
lembaga yang berperan dalam penyebaran tradisi helenistik di Persia adalah
Akademi Jundishapur warisan kekaisaran Sassaniah. Selain Jundishapur,
terdapat pusat-pusat ilmiah Persia lainnya yaitu, Salonika, Ctesiphon, dan
Nishapur.
- Etos keilmuan khalifah-khalifah di zaman
Abbasyiah tampak menonjol, terutama dua khalifah terkemuka, yaitu Harun
Ar-Rasyid dan Al- Ma’mun, yang amat mencintai ilmu pengetahuan.
- Aktivitas penerjemahan literatur-literatur Yunani
ke dalam bahasa Arab demikian besar dan ini didukung oleh khaifah, yang
memberi imbalan yang besar terhadap para penterjemah.
- Relatif tidak adanya pembukaan daerah
kekuasaan Islam dan pemberontakan pemberontakan, menyebabkan stabilitas
negara terjamin. Hal ini membuat konsentrasi pemerintah dalam memajukan
aspek sosial dan intelektual menemukan peluangnya.
- Adanya peradaban dan kebudayaan yang heterogen di
Baghdad menimbulkan proses interaksi antara satu kebudayaan dengan
kebudayaan yang lain.
- Situasi kota Baghdad yang kosmopolit dimana
berbagai macam ras, suku, dan etnis serta masing-masing kulturnya yang
berinteraksi satu sama lain, mendorong adanya pemecahan masalah dari
pendekatan intelektual.
Pada
dasarnya peradaban serta keilmuan Yunanilah yang paling menonjol dari proses
transformasi ini. Melihat bagaimana penerjemahan besar-besaran yang terjadi
pada masa Daulah Abbasyiah ini diibaratkan air banjir sungai yang besar jika
dibandingkan dengan proses penerjemahan pada masa bani Umayah yang diibaratkan
setetes air saja. Di sini hampir seluruh disiplin ilmu yang tidak dikenal dalam
tradisi islam, diterjemahkan secara masal dengan cara mengubah para penerjemah
dengan gaji yang sangat besar.
Jumlah karya
Yunani yang diterjemahkan pada periode ini luar biasa. Pada bagian akhir abad
kesembilan hampir semua karya yang diketahui dari musium-musium helenistik
telah tersedia bagi ilmuwan-ilmuwan muslim.[12]
Kekuatan
moral spiritual religius yang lebih mendasar ditambah kekuatan saintifik intelektual
yang lebih tajam, pengorganisasian yang lebih efektif dan efesien, dibawah
kepemimpinan yang lebih berwibawa biasanya akan lebih unggul dalam proses
saling mempengaruhi tadi.[13]
E.
Transformasi
Intelektual Islam ke Dalam Dunia Barat
Proses transformasi intelektual Islam ke dunia Barat
terjadi secara perlahan dan memakan waktu yang cukup panjang, namun tidak
berjalan lancar. Kendala yang paling besar adalah dari persoalan teologis, yaitu
doktrin kristen yang telah lama didominasi oleh penafsiran-penafsiran kaum
gereja yang sering kali berbenturan dengan realitas dan norma-norma ilmu
pengetahuan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.[14]
Di sisi lain bakyak faktor yang mendukung terjadinya
proses transformasi tersebut, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Adapun faktor internalya adalah umat Islam tidak hanya mengembangkan ilmu
pengetahuan terbatas untuk umat Islam saja, tetapi juga kepada siapa saja yang
memiliki keinginan untuk belajar dan mengembangkan pengetahuan tersebut,
termasuk dalam kalangan pelajar Barat. Sementara itu, dari segi eksternal,
menurut Nakosteen seperti dikutip Samsul nizar menyatakan bahwa setidakya ada
empat faktor yang mendukung terjadinya penyebaran kebudayaan klasik ke duia
Islam yang kemudian di transformasikan lagi kedunia Barat, empat faktor
tersebut adalah:
1.
Terpecahnya beberapa institusi
kristen ortodoks sekte Nastorian dan Monophysite dengan gereja induk, dengan
alasan doktrinal. Akibatnya banyak kaum intelektual kedua sekte tersebut
dikucilkan dan bahkan terlempar dari unsur kegerejaan. Sehingga mereka harus
mencari kebudayaan yang lebih bersahabat dan kondusif dalam mengayomi ide
dinamis mereka. Satu-satunya alternatif adalah dunia Islam.
2.
Penaklukan Alexander Agung juga ikut
menjadi penyebab tersebarnya ilmu pengetahuan dan kebudayaan Yunani ke Persia
dan India yang kemudian keduaa negara ini akhirnya menjadi wilayah kekuasaan
Islam.
3.
Adanya pengembangan kurikulum studi
yang mampu mengakomodir seluruh ilmu pengetahuan era Universitas Alexandria
oleh kekaisaran Persia di Akademi Jundi Shapur. Termasu menerjemahkan ilmu
pengetahuan dan filsafat klasik Yunani kedalam bahasa pahlevi dan syiria yang
kemudian disebarkan ke dunia Islam dan Barat, sampai tugas ini diambil alih
oleh baghdad di Islam timur dan sisilia serta cordova di Islam barat.
4.
Adanya peranan para penerjemah
Hebrew (Yahudi) yang telah menerjemahkan karya-karya Yunani ke dalam bahasa
Hebrew dan Arab dan sebaliknya setelah Islam memiliki kebudayaan yang demikian
tinggi, mereka menjadi transmisi ahli ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke
dunia Barat.
Menurut Abu Su’ud, paling tidak ada dua jalur yang
telah ditempuh oleh bangsa Arab dalam melaksanakan peranannya sebagai agen
perubahan dalam peradaban umat manusia, yaitu melalui peradaban Islam di
spanyol dan perang salib. Senada dengan hal itu, Musrifah sunanto menyatakan
bahwa ilmu pengetahuan Islam mengalir e Eropa melalui Andalusia (spanyol),
pulau sisilia, dan perang salib. Selain ituuuuuu, samsul nizar menyebutkan
bahwa penyebaran filsafat terjadi melalui jalur perdagangan, pendidikan, dan
penerjemahan karya-karya muslim ke bahasa latin. Jalur tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Melalui Andalusia (Spanyol)[15]
Perubahan
peradaban umat manusia berawal dari bertemunya peradaban Islam dan peradaban
bangsa Eropa. Setelah bangsa Arab menduduki semenanjung liberia atau spanyol,
mereka membangun Daulah Andalusia yang dikenal dengan kekhalifahan Barat.
Sebagai bangsa yang tergila-gila pada membaca dan menimba ilmu, mereka melahap
semua buku filsafat yunani kuno, baik yang ada di daratan eropa maupun yang ada
di pusat kekaisaran Romawi Timur yaitu Bizantium. Maka lahirlah para
cendekiawan muslim yang di samping menerjeemahkan karya-karya kuno, juga menghasilkan
karya sendiri dari berbagai cabang ilmu. Buku-buku tersebut kemudian dibaca
kembali oleh orang Eropa, setelah sekian lama tidak mereka kenali. Saat itu
spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad
di timur.
Namun,
seiring dengan adanya kemunduran kejayaan Islam, secara perlahan umat Islam
juga kehilangan kekuasaannya di Andalusia. Transformasi ilmu pengetahuan
tersebut ketika pada tahun 1085 M, yakni disaat kota Teledo direbut oleh Raja
Alfonso VI yang beraga kristen sehingga hilanglah pusat sekolah tinggi dan ilmu
pengetahuan Islam beserta isinya yang terdiri dari perpustakaan beserta
ilmuwan-ilmuwannya. Tahun 1236 M Cordova dirampas oleh Raja Alfonso VII dari
castilis, maka hilang pula pusat kebudayaan Islam disebelah Barat beserta
Masjid Raya Cordova yang didirikan oleh Amir-amir Muawiyah Andalusia, serta
Kutubul kanhah yang didirikan oleh Hakam II dengan bukunya dari semua cabang
ilmu. Kehilangan itu terus berlanjut kota demi kota, menyusul Sevilla, Malaga,
dan Granada. Akhirnya umat Islam beserta Bani Amar terakhir, Abu abdilah, harus
terusir dari tanah airnya yang telah ditempati selama 8 abad dengan
meninggalkan apa yang pernah diciptakan, baik berupa kebudayaan secara fisik
berupa peradaban dan ilmu pengetahuan, maupun miliknya secara rohani berupa
penganut agama Islam dari penduduk asli Andalusia yang di paksa menjadi kristen
kembali. Mereka yang telah menjadi inteletual, guru, dokter, ahli kimia,
filsafat dan lain-lain yang pernah bekerjasama dengan umat Islam sebelumnya
inilah yang nantinya ditugaskan untuk tetap menjalankan tugas-tugas itu, namun
harus mengganti agamanya dan menerjemahkan ilmunya kedalam bahasa selain bahasa
Arab.
2.
Melalui Pulau Sisilia[16]
Pulau sisilia juga menjadi salah satu pintu gerbang terjadinya
transformasi intelektual Islam terhadap dunia Barat. Penguasa Islam atas pulau
ini dimulai oleh Muawiyah pada tahun 652 M, kemudian disempurnakan pada tahun
827 M oleh Amir Bani Aghlab masa Al-Ma’mun. Selama 189 tahun, pulau ini
merupakan satu provinsi daulah Bani Aghlab dengan kota palemo dan menguasai
semenanjung Italia, Kota Noples (Napoli), Vanesia, Vatikan, dan kota Roma
sehingga Paus Johanes VIII menganggap perlu untuk membayar upeti selama 2
tahun, bahkan pulau Malta dan pulau-pulau di laut tengah juga dikuasai Bani
Aghlab sehingga laut tengah pada abad pertengahan disebut laut Arabia.
Ketika Banu Aghlab melemah, keadaan berbalik. Daerah
kekuasaanya di semenanjung Italia, Pulau Sisilia, dan Malta direbut kembali
Raja Nurmandia kristen sehingga pada tahun 1090 M, penguasa Bani Aghlab
berakhir. Setelah Italia direbut kembali oleh kristen di Kota Salemo didirikan
sekolah kedokteran inilah yang pertama di Eropa, pengembangan ilmu kedokteran
Islam dan didaerah ini juga dilakukan penerjemahan karya-karya Islam.
3.
Melalui Perang Salib[17]
Jalur lain yang digunakan adalah perang salib, yang
terjadinya penukaran peradaban antar dua bangsa yang tinggal di kedua pantai
laut tengah itu adalah lewat perang salib. Dalam kontak demi kontak sosiologi
itu terjadi pertukaran budaya timur dan barat. Sebagai akibat pertukaran budaya
itu, dan pembacaan kembali karya-karya yunani kuno, bangsa eropa megenali
kembali alam pikir yang rasional.
Awalnya tentara perang salib datang ke tanah suci
dengan anggapan bahwa derajat mereka jauh lebih tinggi dari karya setempat dan
memandangnya sebagai orang-orang penyembah berhala yang memuja Muhammmad
sebagai Tuhan. Tetapi setelah berhadapan untuk pertama kali ternyata sebaliknya
yang mereka temui. Mereka menyaksikan berapa maju dan makmurnya negeri timur.
Setelah penyerbuan selesai dan dalam waktuu dua abad mereka hidup di daerah itu
dan merekapun mulai menyesuaikan diri.
Pada akhirnya mereka melihat ketinggian Islam dalam
segala aspek kehidupan dan mereka menirunya, mulai dari segi makanan, pakaian,
alar-alat rumah tangga, musik, alat-alat perang, obat-obatan, ilmu pengetahuan,
perekonomian, irigasi, tanaman-tanaman, sistem pemerintahan, dan lain
sebagainya. Bahkan dalam pergaulan mereka memakai bahasa Arab dan ada pula yang
menikah dengan penduduk asli. Yang tidak kalah pentingnya, banyak pula diantara
mereka yang masuk muslim.
4.
Melalui Jalur Pendidikan
Melalui jalur pendidikan juga memegang peranan penting
dalam proses transformasi ini. Beberapa universitas seperti Cordova, Sevilia,
Valensia, dan Granada di Andalusia menjadi incaran banyak didatangi oleh pemuda
Eropa sejak abad ke-10 telah banyak mahasiswa dari berbagai negara di Eropa
yang datang ke kota-kota tersebut untuk membina ilmu pengetahuan yang sudah
cukup maju. Banyak para belajar pada perguruan tinggi Islam ini pada gilirannya
mendirikan perguruan tinggi sendiri yang dimotori oleh para pelajar atas
dukungan para penguasa-penguasa Kristen ketika mereka telah mengambil alih
kekuasaan Islam khususnya di bagian Barat yaituu Andalusia, Sisilia dan
sekitarnya.
5.
Melalui Penerjemahan Karya-karya
Muslim ke Bahasa Latin
Dengan adanya upaya dari para pemuda Eropa yang
menuntut ilmu pengetahuan ke perguruan tinggi Islam ini, selanjutnya
memunculkan gerakan penerjemahan karya-karya sarjana muslim yan berbahasa Arab
ke dalam bahasa latin, sebab mereka menguasai kedua bahasa tersebut dengan
baik. Hal ini mengingatkan kembali akan transformasi ilmu pengetahuan dari
yunani,romawi dan pesia ke dunia islam.
6.
Melalui Jalur Perdagangan[18]
Proses transformasi ilmu pengetahuan dari dunia Islam
ke barat juga terjadi melalui perdagangan antara Andalusia-syiria. Oran-orang
barat mendapat pelajaran yang sangat berharga yaitu dengan melihat
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh orang-orang muslim. Hal ini secara
langsung berarti bahwa meraka telah mengembangkan kebudayaan-kebudayaan musli
ke Eropa.
F.
Kontribusi
Intelektual Islam Terhadap Dunia Barat
Transformasi peradaban Islam ke peradaban barat
khususnya dalam ilmu pengetahuan setidaknya terbangun melalui dua saluran
utama. Pertama, melalui mahasiswa dan cendikiawan dari eropa barat yang
belajar di sekolah-sekolah tinggi dan universitas Spanyol.[19]
Kedua, melalui terjemahan karya muslim
dari sumber-sumber berbahasa Arab. Banyak pemuda Eropa yang belajar di
universitas-unniversitas Islam di Spanyol seperti Cordoba, Sevilla, Malaca,
Granada dan Salamanca. Selama belajar di universitas- universitas tersebut,
mereka aktif menterjemahkan buku-buku karya ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan
itu adalah Toledo. Setelah mereka pulang ke negerinya, mereka mendirikan
sekolah dan universitas yang sama.
Universitas yang pertama kali berada di Eropa ialah
Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1213 M dan pada akhir zaman
pertengahan di Eropa baru berdiri 18 universitas. Pada universitas tersebut
diajarkan ilmu- ilmu yang mereka peroleh dari universitas Islam seperti ilmu
kedokteran, ilmu pasti dan ilmu filsafat. Tidak sedikit universitas-universitas
mencetak sarjana yang handal seperti, Seorang sarjana Eropa, petrus Alfonsi
(1062 M) belajar ilmu kedokteran pada salah satu fakultas kedokteran di Spanyol
dan ketika kembali ke negerinya Inggris ia diangkat menjadi dokter pribadi oleh
Raja Henry I (1120 M). Selain menjadi dokter, ia bekerja sama dengan Walcher
menyusun mata pelajaran ilmu falak berdasarkan pengetahuan sarjan dan ilmuwan
muslim yang didapatnya dari spanyol. Demikin juga dengan Adelard of Bath
(1079-1192 M) yang pernah belajar pula di Toledo dan setelah ia kembali ke
Inggris, ia pun menjadi seorang sarjan yang termasyhur di negaranya.
Banyak sarjana-sarjana muslim yang berjasa karena
telah meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan, bahkan karya mereka
diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa meskipun ironisnya diakui sebagai karya
mereka sendiri. Akibat atau pengaruh dari perkembangan ilmu pengetahuan Islam
ini menimbulkan kajian filsafat Yunani di Eropa secara besar-besaran dan akhirnya
menimbulkan gerakan kebangkitan atau renaissans pada abad ke-14. berkembangnya
pemikiran yunani ini melalui karya-karya terjemahan berbahasa arab yang
kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin. Disamping itu, Islam juga
membidani gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M,
dan aufklarung atau pencerahan pada abad ke-18 M.
Kontribusi intelektual Islam dalam hal keilmuan tidak
terbatas dalam hal pendidikan saja. Namun meliputi bidang-bidang keilmuan
lainnya. Seperti astronomi, matematika,
fisika, kimia, ilmu hayat, kedokteran, filsafat, sastra, geografi dan sejarah,
sosiologi dan ilmu politik, arsitektur dan seni rupa, musik. Dalam bukunya
Samsul Nizar menjelaskan kontribusi intelektual islam terhadap dunia barat,
yaitu:[20]
1. Memperkaya
kurikulum pendidikan barat khususnya di wilayah eropa barat laut yang muncul
karena adanya proses penerjemahan karya-karya umat islam di berbagai bidang
ilmu.
2. Telah
diperkenalkannya system notasi dan desimal oleh para ilmuan muslim ke dunia barat.
3. Umat Islam
telah memberikan model bentuk rumah sakit, sanitasi, serta makanan yang sehat
dan bergizi kepada barat.
4. Umat Islam
memperkenalkan pabrik-pabrik kertas ke dunia barat untuk menulis karya-karya
ilmiah.
5. Umat Islam telah membidani lahirnya
gerakan-gerakan yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan dunia barat, yakni renaissance,
reformasi, rasionalisme, dan aufklarung[21]
Kesimpulan
Transformasi intelektual yunani ke
dalam islam mengambil bentuknya sendiri yang disesuaikan dengan ajaran islam.
Karena itu, beberapa hal ditafsirkan kembali dalam pemahaman yang islami tanpa
mencabut nilai dasar dari pemikiran induknya. Tradisi intelektual islam adalah
tradisi yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis sebagai pijakan epistomologisnya
dan lebih bersifat naqly, dan bermuara pada tujuan mengesakan Allah sebagai
asas ajaran islam. Sementara tradisi yunani berpijak pada logika rasional dan
sangat dipengaruhi oleh mitologi dan politeisme.
Kontribusi intelektual islam dalam
hal keilmuan tidak terbatas dalam hal pendidikan saja. Namun meliputi
bidang-bidang keilmuan lainnya. Seperti : astronomi, matematika, fisika, kimia,
kedokteran, filsafat, sastra, geografi
dan sejarah, sosiologi dan ilmu politik, arsitektur dan seni rupa, musik dll.
[1] Mahmud Yunus,
Sejarah pendidikan islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1993), hlm.
158-159
[2] Mujamil Qomar,
epistimologi pendidikan islam, dan metode rasional higga metode kritik,
(Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 74-75
[3] Mohammed
Arkoun, Rethinking Islam , (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1996), hlm 24
[4]samsul Nizar,
sejarah dan pergolakan pemikiran pendidikan islam: potret timur tengah era awal
dan indonesia, (jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 27
[5] Ibid, hlm. 31
[6] Ibid, hlm. 25
[7]
Kamus besar
Bahasa Indonesia
[8]
Samsul
Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Media Group,2009), hal.19
[9] Abdullah Idi, Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Tiara Wacana, 2006). Hlm.3
[10]
Charles Michael Stanton, Higher Learning
In Islam, Terj., Logos, Jakarta
[12] Abuddin Nata,Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan
Pertengahan, (Jakarta :Grafindo, 2004), hlm.159.
[13] Musyriah
Sunanto, sejarah peradaban Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), hlm 3
[14] Abdullah Idi,
Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta:Tiara Wacana,
2006
[15] Ibid..Abdullah
Idi
[19] Musyriah
Sunanto, sejarah peradaban Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), hlm 5
EmoticonEmoticon