Interkoneksi Studi Hadits dan Astronomi
(Studi Pemikiran Syamsul Anwar)
A.
Pendahuluan
Hadis merupakan salah satu dari dua sumber
pokok ajaran Islam, dam secara lebih khusus menjadi salah satu sumber hukum
syariah. Oleh karena itu hadits tidak hanya menjadi kajian ekslisif ahliahli
hadits, tetapi juga menjadi obyek studi para ahli ushul fikih di mana mereka
banyak memberikan kontribusi substansial. Dalam karya-karya usul fikih standar
pasti ditemukan kajian tentang sunnah Nabi dan teori pewartaan (khabar).
Interkoneksi studi hadits dan astronomi tidak hanya penting bagi pengembangan
studi hadits, tetapi juga memberikan kontribusi penting kepada usul fikih
sebagai pemahaman hadits-hadits terkait hukum.[1]
Dalam pandangan kesarjanaan Islam Hadits
tanpa sanad bukanlah hadits. Ekspresi tentang arti penting sanad sudah amat tua
dalam sejarah islam dan dapat dilacak kepada otoritas Awal dalam hadits. Ibn
Sirin 9w.110/728) diriwayatkan menyatakan, "Dahulu orang tidak menanyakan
sanad, akan tetapi setelah terjadi fitnah orang berkata, 'Sebutkan Sanadmu
kepada kami'. Lalu dilihat apabila sanad itu memandang sunnah, maka hadits
mereka diterima, dan apabila melalui pembuat bidah, maka hadits mereka tidak
diterima. Ketika ditanya tentang hadits tanpa sanad, az-Zuhri (w 124/741)
menjawab bahwa itu sama dengan "memanjat tebing tanpa tangga". Syu'bah
Ibn al-Hajjaj (w. 160/777) mengatakan sesungguhnya keabsahan hadits diketahui
melalui keabsahan sanad.[2]
Perlu ditegaskan bahwa dalam interkoneksi
studi hadits dan astronomi di sini, istilah astronomi digunakan dalam
pengertian lebih sempit, yaitu practical astronomi, dan lebih dibatasi
lagi dalam pengertian apa yang dalam literatur keislaman dikenal dengan ilmi
falak syar'i. Dengan ilmu falak syar'i dimaksudkan suatu bagian dari astronomi
yang mempelajari gerak dan geomteris benda-benda langit tertentu-matahari,
bulan dan bumi-guna menentukan arah tempat dan waktu di atas bumu. Pada sisi
lain hadits-hadits yang menjadi obyek kajian adalah hadits-hadits yang
berkaitan dengan waktu dan tanggal.[3]
B.
Pembahasan
1.
Biografi
Syamsul Anwar
Nama
lengkap Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, MA. Lahir dari pasangan H. Abbas dan Hj.
Maryam di Midai, Kepulauan Riau, 1956. Pendidikan Dasar dijalani di kampung
halaman dari tahun 1963-1968). Pendidikan Menengah di Tanjung Pinang
(1969-1974). Pendidikan Tinggi di Fakultas syariah IAIN (sekarang UIN) Sunan
Kalijaga Yogyakarta: Sarjana Muda 1978, Sarjana 1981, S2 1991, dan S3 2001.
Tahun 1989 menikah dengan Dra. Suryani. Tahun 1989-1990 kuliah di Universitas
Leiden, dan Tahun 1997 di Hartford, Connecticut, USA. Sehari-hari bekerja
sebagai dosen tetap Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,
sejak tahun 1983 hingga sekarang. Tahun 2004 diangkat sebagai guru besar.
Selain itu juga memberikan kuliah pada Pasca Sarjana sejumlah Perguruan Tinggi,
seperti S2 dan S3 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Program S3 Ilmu Hukum UII,
S3 IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, di samping PPS UIN Sunan Kalijaga 1999-2003.
Sering mengikuti kegiatan seminar (terakhir "Second Experts" Meeting
on the Study of Establish of the Islamic Calendar" di Rabat. Maroko, 15-16
Oktober 2008). Sering melakukan penelitian termasuk di manca negara, antara
lain tahun 2003 di Leiden disponsori oleh International Institute for Asian
Studies (IIAS) dan di Kairo 2007 dalam Program isiting Professor Award disponsori
oleh UIN Sunan Kalijaga. Tentang kegiatan sosial, pernah mengikuti Youth
Religious Service di Spanyol tahun 1987, World Religion Day di new York tahun
1997, dan sekarang aktif Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan jabatan terakhir
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid periode 2005-2010 dan 2010-2015.[4]
2.
Pengertian
Interkoneksi Studi Hadits dan Astronomi
a.
Pengertian
Integritas-Interkoneksi
Dalam buku Kerangka Dasar Keilmuan
dan Pengembangan Kurikulum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga
Yogyakarta ditegaskan bahwa UIN Sunan Kali Jaga sebagai lembaga pendidikan
tinggi Islam menawarkan pengembangan ilmu dan kurikulum dengan menggunakan
pendekatan Integrasi-interkoneksi ilmu, yaitu pendekatan yang menempatkan
berbagai disiplin ilmu saling menyapa satu sama lain.[5]
Menurut Minhaj integrasi adalah
"menggabungkan sekaligus menyatukan antara dua hal atau lebih (materi,
pemikiran, atau pendekatan), sedangkan interkoneksi adalah mempertemukan atau
menghubungkan dua hal atau lebih (materi, pemikiran, atau pendekatan). Lanjut
Minhaj namun demikian diakui bahwa integrasi lebih banyak digunakan baik di Indonesia
ataupun di negeri-negeri Muslim lainnya. Istilah interkoneksi diajukan
mungkin karena adanya kritik tentang tidak-mungkin integrasi antara ilmu umum dan ilmu agama. Jika integrasi itu
dipahami antara ilmu umum dan ilmu agama maka jelas bisa dilakukan, sekaligus
tidak diperlukan adanya interkoneksi. Pada dasarnya, integrasi direalisasikan
dalam dua bidang. Pertama, dalam studi Islam sendiri. Artinya, studi
Islam yang telah terbagi menjadi kotak-kotak berupa bidang-bidang atau
disiplin-disiplin tertentu harus mampu diintegrasikan dan dihubungkan antara satu
dengan yang lain. Kebanggaan satu disiplin yang sering kita saksikan selama ini
menjadi tidak relevan. Kedua , integrasi antara ilmu agama/Islam dan
ilmu umum.[6]
Paradigma interkonesitas, secara
aksiologis, hendak menawarkan pandangan dunia (world view) manusia beragama dan
ilmuan yang baru, yang lebih terbuka, mampu membuka dialog dan kerjasama,
transparan, dapat dipertanggungjawabkan secara public dan berpandangan
ke depan. Secara ontoligsm , hubungan antara berbagai disiplin ilmu
menjadi semakin terbuka dan cair, meskipun blok-blok dan batas-batas wilayah
antara kedua budaya pendukung keilmuan agama yang bersumber pada teks-teks (hadarat
an-nas) , dan budaya pendukung keilmuan faktual-historis empiris, yakni
ilmu-ilmu sosial dan ilmu kealaman (hadarat al-'ilm) serta budaya
pendukung keilmuan etis-filosifis (hadarat al-falsafah).[7]
Sementara menurut Syamsul Anwar pendekatan
integrasi-interkoneksi memiliki dua sisi terpisah: sisi integrasi dan sisi
interkoneksi. Dalam integrasi terjadi restrukturisasi ilmu berdasarkan
prisip-prinsip tertentu. Restrukturisasi itu dilakukan dengan mengadakan
perubahan menyangkut paradigma, teori, metode, dan prosedur prosedur tehnis
dalam ilmu bersangkutan. Contohnya adalah ilmu ekonomi Islam yang oleh para
ahlinya dikembangkan dengan melakukan retstrukturisasi terhadap ilmu ekonomi
(konvensional) berdasarkan prinsip-prinsip syariah.[8]
Sedangkan dalam interkoneksi tidak terjadi
resttrukturisasi semacam itu, melainkan yang terjadi adalah perluasan
perspektif dengan menyerap informasi pelengkap dari ilmu lain. Atas dasar itu
pendekatan interkoneksi dapat dirumuskan sebagai proses pengkajian dalam suatu
bidang ilmu dengan memanfaatkan data dan analisis dalam ilmu lain terkait di
samping menggunakan data dan analisis ilmu bersangkutan sendiri dalam rangka
komplementasi, konfirmasi, kontribusi atau komparasi.
Komplementasi artinya bahwa data dan
temuan ilmu terkait dapat melengkapi data dan analisis dalam ilmu di mana
pendekatan "interkoneksi" dilakukan sehingga dimungkinkan menarik
kesimpulan yang lebih valid. Tanpa data itu suatu kesimpulan yang diambil masih
akan mengandung kelemahan-kelemahan; konfirmasi artinya memperkuat hasil temuan
dalam kajian tertentu; kontribusi artinya suatu ilmu terkait dapat
menyumbangkan temuan-temuan ilmu tertentu; komparasi artinya bahwa hasil-hasil
analisa ilmu terkait dapat menjadi bahan banding dalam analisa ilmu tertentu
dalam rangka perluasan cakrawala pengetahuan.[9]
b.
Urgensi
Studi Hadits dan Astronomi
Kata ilmu hadits merupakan kata serapan
dari bahasa arab ilmu al-hadits yang terdiri dari dua kata yaitu ilmu dan
al-hadits. Maka ilmu hadits berarti ilmu pengetahuan yang mengkaji atau membahas
tentang segala yang disandarkan kepada Nabi saw. Baik berupa perkataan,
perbuatan, ketetapan maupun lainnya.
Secara terminologis ilmu hadits adalah
ilmu pengetahuan yang membahas tentang cara-cara persambungan hadits sampai
pada Rasul saw. Dari segi hal ihwal para perawinya yang menyangkut kedhobitan
dan keadilannya, dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.
Menurut Izzudin bi Jama'ah mengatakan bahwa ilmu Hadits ialah ilmu tentang
ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad dan
matan hadits. Dengan pengertian ini makan menjadi pokok pembahasan dari ilmu
ini ialah sanad dan matan.[10]
Atronomi Islam atau Astronomi Arab boleh
disebut juga ilmu Falak atau ilmu hisab merupakan salah satu ilmu keislaman
yang dilupakan. Padahal ilmu ini telahpun dikembangkan oleh ilmuanilmuan Muslim
sejak abad pertama Hijriah. Bukan hanya untuk pengembangan ilmu sahaja, tetapi
juga, dan ini lebih penting, untuk kepentingan praktis menjalankan
perintahperintah agama yang sangat berkaitan dengan waktu, seperti solat, puasa
dan haji. Dalam abad pertengahan, perkembangan astronomi Islam menunjukan
kemajuan peradaban Islam dengan lahirnya tokoh-tokoh besar.
Selanjutnya, dengan astronomi Islam setiap
Muslim dapat memastikan ke mana arah kiblat untuk suatu tempat di permukaan
bumi yang jauh dari Mekah. Dengannya pula setiap Muslim dapat mengetahui waktu
solat sudah tiba atau matahari sudah terbenam (ghurub) untuk berbuka puasa.
Dengannya juga orang yang melakukan rukyah dapat mengarahkan pandangan
ke posisi hilal yang lebih
mendekati ketepatan.
Dengan demikian, astronomi Islam atau
ilmu hisab dapat mendatangkan keyakinan kepada setiap Muslim dalam melakukan
ibadah, sehingga ibadahnya akan lebih mantap. Pada masa sekarang ini kehadiran astronomi
Islam adalah sangat penting, bukan saja karena dalam beberapa hal tetap
diperlukan tetapi lebih dari itu lainnya juga memiliki makna yang sangat
penting dalam menghargai peradaban Islam.
c.
Metode
Interkoneksi Studi Hadits dan Astronomi Menurut Syamsul Anwar
Seperti yang sudah diterangkan di atas
bahwa pendekatan interkoneksi memanfaatkan data dan analisis dalam rangka
komplementasi, konfirmasi, kontribusi atau komparasi serta menempatkan berbagai
disiplin ilmu saling menyapa satu sama lain dalam hal ini ilmu hadits dengan
astronomi.
1)
Komplemntasi
Komplementasi
artinya bahwa data dan temuan ilmu terkait (dalam kajian ini:astronomi) dapat
melengkapi data dan analisis dalam ilmu
di mana pendekatan interkoneksi dilakukan (dalam kajian ini: ilmu hadits)
sehingga dimungkinkan menarik kesimpulan yang lebih valid. Tanpa data itu suatu
kesimpulan yang diambil masih mengandung kelemahan-kelemahan.[12]
Contohnya yaitu
pertanyaan tentang kapan hadits kuraib dan masalah matlak muncul? Menurut
Syamsul Anwar Ramadhan tahun 35/656 adalah tahun paling mungkin untuk
dinyatakan sebagai tahun kemunculan hadits Kuraib. Pada tahun ini terjadi
pergolakan politik di Madinah karena kaum oposisi berusaha menggulingkan Usman.
Pada bulan Rajab tahun 35 H (januari 656), kaum pemberontak Mesir mulai
bersiap-siap berangkat ke Madinah namun berpurapura ke Mekah hendak menunaikan
umrah, padahal maksud mereka menuju Madinah untuk memakzulkan dan membunuh
Usman. Berita ini disampaikan oleh Abdullah Ibn Sa'd (w. 59/679), Gubernur Mesir
untuk Usman. Pada bulan-bulan berikutnya terjadi eskalasi suhu politik.
Penolakan terhadap kebijakan Khalifah Usman yang dinilai nepotis semakin
menguat. Diriwayatkan bahwa sejumlah Sahabt menulis surat ke berbagai penjuru
negeri untuk mengajak berjihad melawan kebijakan Usman yang tidak dapat
mengendalikan pejabat-pejabat yang korup. Karena situasi yang semakin tidak
menentu, banyak penduduk Madinah meninggalkan kota tersebut menuju Mekah
sembari berniat mengerjakan haji, termasuk para janda Nabi saw dan Umm al-Fadl.
Pada Bulan Zulkaidah Usman dikepung di rumahnya dan tidak dapat keluar. Oleh
karena itu ia memerintahkan Ibn Abbas untuk mempimpin Upacara Haji di Mekah
pada Bulan Zulhijah.
Adalah sangat
masuk akal, mengingat situasi politik yang memanas di Madinah beberapa bulan
menjelang terbunuhnya Usman, Bahwa Umm al_fadl mengutus Kuraib untuk menghadap
Muawiyah terkait situasi genting ini.[13]
Maka Kuraib diutus ke Damaskus menjelang Akhir Syakban 35/656 dan beliau berada
di kota Damaskus menjelang akhir Syakban 35/656 dan beliau berada di kota
tersebut saat hilal Ramadhan tahun tersebut terlihat pada malam Jumat 03 Maret
656.
2)
Konfirmasi
Konfirmasi
artinya memperkuat hasil temuan dalam kajian ilmu tertentu (disini : ilmu
Hadits) data dan temuan astronomi mengkonfirmasi hasil analisis dalam ilmu
hadits yaitu bahwa idul fitri di zaman Nabi saw tidak ada yang jatuh hari
jumat. Hadits yang menyatakan Idul Fitri di zaman Rasulullah saw pernah jatuh
hari jumat tidak sahih dan temuan analisis astronomi mengkonfirmasi kesimpulan
itu. Sedangkan hadits yang menyatakan bahwa hari raya pernah jatuh hari jumat,
tanpa menyebut nama hari raya dimaksud, adalah sahih dan temuan astronomi
menunjukan bahwa hari raya yang jatuh hari jumat di zaman beliau adalah Idul
Adha.[14]
3)
Kontribusi
Kontribusi
artinya suatu ilmu terkait dapat menyubangkan temuan-temuan sehingga dapat
mempertajam temuan ilmu tertentu (dalam kaitan ini: ilmu hadits). Beberapa
pernyataan dalam hadits, yang dari sudut analisis ilmu hadits merupakan hadits
sahih, dikoreksi oleh dan tidak sejalan dengan temuan astronomi, sehingga
hadits itu dari segi matan harus dinyatakan daif. Misalnya dalam astronomi
berhasil mendeteksi waham (ketidakakuratan) rawi dalam pelaporan hadits.
4)
Komparasi
Komparasi
artinya bahwa hasil-hasil analisis ilmu terkait dapat menjadi bahan banding
dalam analisis ilmu tertentu dalam rangka menjadi bahan banding dalam analisis
ilmu tertentu dalam rangka perluasan cakrawala pengetahuan. Dalam kajian ini,
kebetulan tidak ada unsur komparasi antara hasilhasil temuan ilmu hadits dan
temuan astronomi. Barangkali dalam kajian pada bidang lain komparasi semacam
itu amat berguna bagi perluasan pengetahuan mengenai masalah yang dapat dilihat
dari beberapa sudut pandang berbeda. Misalnya ketika berbicara Hukum Perjanjian
Syariah, doktrin-doktrin perjanjian yang sama atau sebanding di dalam Hukum
Perjanjian Indonesia atau Hukum Perjanjian lainya sehingga ada perluasan
cakrawala pengetahuan yang dihasilkan dari perbandingan tersebut.[15]
C.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Syamsul
Anwar menawarkan pemikiran interkoneksi studi hadits dan astronomi supaya kedua
hal tersebut bisa saling menyapa dan saling melengkapi sehingga data-data anara
kedua kajian tersebut bisa lebih valid.
2.
Menurut
Syamsul Anwar interkoneksi ilmu merupakan pendekaan yang menempatkan berbagai
disiplin ilmu saling membaur atau menyapa satu dengan yang lainnya.
3.
Studi
hadits yang selama ini dilakukan masih sebatas kajian tentang sanad hadits,
tanpa melihat matanya juga.
4.
Astronomi
bisa menjadi pendukung tentang ke validan suatu hadits terutama dalam ilmu
falak syar'i berkaitan dengan hadits-hadits tentang waktu dan penanggalan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Syamsul. 2011. Interkoneksi Studi Hadis dan Astronomi.
Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah
Riyanto, Waryani Fajar. 2013. Integrasi-Interkoneksi Keilmuan
Biografi
Intelektual M.
Amin Abdullah (1953-...) Person, Knowledge, and
Instutution. Yogyakarta: Suka-Press.
Rofiah, Khusniati. 2010. Studi Ilmu Hadith. Ponorogo: STAIN
PO Press.
[1] Syamsul
Anwar, Interkoneksi Studi Hadits danAstronomi(Yogyakarta, Suara
Muhamadiyah, 2011), h. 1
[2]Ibid.,
h. 10
[3] Ibid.,
h. 2
[4]Ibid.
h.
[5] Ibid.
h. 1-2
[6]
Waryani Fajar Riyanto, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan(Biografi Intelektual
M. Amin Abdullah (1953-...) Person, Knowlgde, and Institution. (Yogyakarta:
Suka Press, 2013)., h. 768
[7] Ibid.,
h. 776
[8] Ibid.,
h. 777
[9] Ibid.,
h. 778
[10]
Kusniati Rifiah, Studi Ilmu Hadith. (Ponorogo: STAIN PO Press), h. 92
[12] Syamsul
Anwar, op. cit. h. 3
[13] Syamsul
Anwar, op. cit. h. 101-102
[14]Ibid.
h. 3
[15]Ibid,
h. 4
EmoticonEmoticon