Teori Belajar
Belajar merupakan
ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan
manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam belajar,
si belajar yang lebih penting sebab tanpa si belajar tidak ada proses belajar.
Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar,
alasannya:
- Membantu
pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi didalam diri si
belajar
- Dengan
kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar
- Mungkin
pengajar melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil yang dapat
diharapkan pada suatu aktivitas belajar
- Teori ini
merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses belajar yang
dapat diuji kebenarannya melalui eksperimen atau penelitian, dengan
demikian dapat meningkatkan pengertian seseorang tentang proses belajar
mengajar
- Hipotesis,
konsep-konsep dan prinsip-prinsip ini dapat membantu si pengajar
meningkatkan penampilannya sebagai seorang pengajar yang efektif
Secara umum semua
teori belajar dapat kita kelompokkan menjadi empat golongan atau aliran yaitu:
- Teori Belajar
Behaviorisme (tingkah laku)
- Teori Belajar
Kognitivisme
- Teori Belajar
Humanistik
- Teori Belajar
Sibernetik
1. Teori Belajar Behaviorisme
Menurut teori
belajar ini adalaj perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar sesuatu
bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang siswa belum bisa
membaca maka betapapun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan
sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala, namun bila siswa itu gagal
mendemonstrasikan kemampuannya dalam membaca, maka siswa itu belum bisa
dikatakan belajar. Ia dikatakan telah belajar apabila ia menunjukkan suatu
perubahan dalam tingkah laku ( dari tidak bisa menjadi bisa membaca).
Yang terpenting
dari teori ini adalah masukan atau input yaitu berupa stimulus dan out put yang
berupa respons. Sedang apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu
dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati
adalah stimulus dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan
guru kepada siswa tersebut dalam rangka membantu siswa untuk belajar. Stimulus
ini berupa rangkaian alfabet, beberapa kalimat atau bacaan, sedangkan respons
adalah rekasi terhadap stimulus yang diberikan gurunya.
Menurut teori
behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang
dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh
hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat
(reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan
semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement)
responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat
belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut
sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi
dan pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut
negative reinforcement.
Prinsip-prinsip
teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia pendidikan ialah (Harley &
Davies, 1978 dalam Toeti, 1997):
- Proses
belajar dapat berhasil dengan baik apabila si belajar ikut berpartisipasi
secara aktif didalamnya
- Materi
pelajaran dibentuk dalam bentu unit-unit kecil dan diatur berdasarkan
urutan yang logis sehingga si belajar mudah mempelajarinya
- Tiap-tiap
respons perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si belajar
dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum
- Setiap kali
si belajar memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi penguatan.
Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada
penguatan negatif
Adapun kritik
terhadap teori behaviorisme adalah:
- Asumsi
pokoknya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang
bisa diamati, juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang
sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling
tidak dalam tempo seketika.
- Teori ini
tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks
Aplikasi teori
belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pelopor terpenting teori ini antara lain
adalah : Pavlov, Watson, Skinner, Thorndike, Hull, dan Guthrie.
2. Teori Belajar Kognitivisme
Menurut teori ini,
belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan
pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan
pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk
struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila
materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki oleh siswa.
Dalam perkembangan
setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme
ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna
Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan sebagai berikut:
No
|
Piaget
|
Brunner
|
Ausubel
|
1
2
|
Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap
perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa
Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a. Asimilasi
b. Akomodasi
c. Equilibrasi
|
Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara
kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa
Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a. Enaktif (aktivitas)
b. Ekonik (visual verbal)
c. Simbolik
|
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan
pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru
Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
a. Memperhatikan stimulus yang diberikan
b. Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan
informasi yang sudah dipahami.
|
Prinsip kognitivisme
banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu
sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
- Si belajar
akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut
disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
- Penyusunan
materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
- Belajar
dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa
pengertian penyajian
Adapun kritik
terhadap teori kognitivisme adalah:
- Teori
kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar,
sehingga aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah
- Sukar
dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami
“struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa.
Aplikasi teori
belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan
sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah
dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa
sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika
tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang
bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan
siswa.
Tujuan belajar
adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si
belajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si
belajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Secara umum teori ini
cenderung bersifat elektik dalam arti memanfaatkan teknik belajar apapun agar
tujuan belajar dapat tercapai. Sebagai contoh teori ini terwujud dalam karya
David Krathwol dan Benjamin Bloom (Taksonomi Bloom), Klob (belajar empat
tahap), Honey and Mumford (pembagian tentang macam siswa) dan Habermes (tiga
macam tipe belajar).
Teori humanistik
ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks yang lebih praktis. Teori ini
dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia pendidikan.
Aplikasi teori
humanistik dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir
induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar.
4. Teori belajar Sibernetik
Teori ini masih
baru jika dibandingkan dengan ketiga teori yang telah dijelaskan sebelumnya .
Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori
ini belajar adalah pengolahan informasi . Teori ini berasumsi bahwa tidak ada
satupun jenis cara belajar yang ideal untuk segala situasi, sebab cara belajar
sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Teori ini
dikembangkan oleh Landa (dalam bentuk pendekatan algoritmik dan Neuristik)
serta Pask and Scott dengan pembagian tipe siswa yaitu type Wholist dan type Ferialist.
Teori sibenrnetik
ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan
dipelajari, tetapi kurang memperhatikan bagaimana proses belajar berlangsung
sehingga untuk selanjutnya banyak yang berasumsi bahwa teori ini sulit untuk
dipraktekkan.
Aplikasi teori
sibernetik terhadap proses pembelajaran hendaknya menarik perhatian,
memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang kegiatan pada
prasyarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar,
mendorong untuk kerja, memberikan balikan informatif, menilai unjuk kerja,
meningkatkan retensi dan alih belajar.
EmoticonEmoticon