Hukum Penyembelihan Secara Mekanik - Sembelihan
yang dibolehkan syara’ dikenal dengan
az-Zakat asalnya berarti At-Tathayyub. Az-zabhu (penyembelihan hewan) dinamai dengan kata ini (az-zakatu).
Karena pembolehan secara hukum syara’ membuatnya menjadi thayyib (baik. Harum,
sedap).
Dan
dikatakan pula az-zakatu bermakna at-tatmin (penyempurnaan). Yang dimaksud
dengan kata ini di sini adalah penyembelihan hewan atau memotongnya dengan
jalan memotong tenggorokannya, atau organ untuk perjalanan makanan dan
minumannya.
Karena
hewan yang dihalalkan dimakan sekalipun, tetap tidak boleh dimakan kecuali
dengan melalui pemotongan selain ikan dan belalang[1]
Adapun menurut istilah,
penyembelihan yaitu mematikan hewan dengan cara memotong leher hewan tersebut,
sehingga putus saluran napas dan saluran makanan serta nadi utama leher. Tujuan
penyembelihan adalah agar hewan yang disembelih itu halal dikonsumsi dagingnya[2].
Dalam
Al-Qur’an, tidak ada pernyataan yang eksplisit tentang cara penyembelihan
hewan, yang ada hanyalah beberapa ketentuan tentang penyembelihan hewan yang
berhubungan dengan pihak penyembelih dan pengantar (atau doa) dalam penyembelihan.
Al-Quran secara eksplisit melarang Umat Islam untuk mengkonsumsi hewan yang
disembelih tanpa menyebut nama Allah. Allah berfirman:
“Dan
janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan.” ( QS. Al-An’am: 121)[3]
Penyembelihan
menjadi syarat dihalalkannya binatang yang tercekik, terjatuh, ditanduk selama
binatang-binatang itu masih bergerak atau ada tanda-tanda kehidupan didalam
dirinya, sebagaimana firman Allah:
"diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini[397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Maidah: 3)[4]
Penyembelihan menurut syara' yang dimaksud, hanya bisa
sempurna jika terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Binatang tersebut harus
disembelih atau ditusuk (nahr) dengan suatu alat yang tajam yang dapat
mengalirkan darah dan mencabut nyawa binatang tersebut, baik alat itu berupa
batu ataupun kayu.
2.
Penyembelihan atau
penusukan (nahr) itu harus dilakukan di leher binatang tersebut, yaitu: bahwa
kematian binatang tersebut justru sebagai akibat dari terputusnya urat nadi
atau kerongkongannya.
Penyembelihan yang paling sempurna, yaitu terputusnya
kerongkongan, tenggorokan dan urat nadi. Persyaratan ini dapat gugur apabila
penyembelihan itu ternyata tidak dapat dilakukan pada tempatnya yang khas,
misalnya karena binatang tersebut jatuh dalam sumur, sedang kepalanya berada di
bawah yang tidak mungkin lehernya itu dapat dipotong; atau karena binatang
tersebut menentang sifat kejinakannya. Waktu itu boleh diperlakukan seperti buronan,
yang cukup dilukai dengan alat yang tajam di bagian manapun yang mungkin.
3.
Tidak disebut selain
asma' Allah; dan ini sudah disepakati oleh semua ulama. Sebab orang-orang
jahiliah bertaqarrub kepada Tuhan dan berhalanya dengan cara menyembelih
binatang, yang ada kalanya mereka sebut berhala-berhala itu ketika menyembelih,
dan ada kalanya penyembelihannya itu diperuntukkan kepada sesuatu berhala
tertentu.
4. Harus disebutnya nama Allah (membaca bismillah) ketika menyembelih.
Sementara ulama ada juga yang berpendapat, bahwa menyebut asma' Allah itu sudah
menjadi suatu keharusan, akan tetapi tidak harus ketika menyembelihnya itu.
Bisa juga dilakukan ketika makan. Sebab kalau ketika makan itu telah disebutnya
asma' Allah bukanlah berarti dia makan sesuatu yang disembelih dengan tidak
disebut asma' Allah. [5]
B.
Tata cara
Penyembelihan Hewan
Cara menyembelih hewan dalam Islam ada dua macam,
yaitu:
a.
Zabhun/Zabh, yaitu cara menyembelih hewan dengan
posisi hewan berbaring. Dalam cara ini binatang yang akan disembelih dibaringkan
pada posisi sebelah kiri hewan tersebut dengan menghdap kiblat. Kemudian dengan
pisau yang tajam si penyembelih memotong leher hewan tersebut denga mengucap
Bismillah Allaahu Akbar, saluran nafas makan atau saluran nafas serta nadi
utama di leher harus putus.
b.
Nahr, yaitu cara menyembelih hewan dengan posisi hewan
berdiri. Dalam cara ini orang yang akan menyembelih hewan ini mengangkat kaki
kiri depan, sementara hewan dalam posisi berdiri. Kemudian si penyembelih
menusukan pisau ke bagian libbah seraya mengucapkan Bismillah Allaahu Akbar.
Libbah yaitu tempat menggantungkan kalung pada leher unta[6].
C.
Pengertian
Penyembelihan Hewan Secara Mekanik
Menyembelih
hewan secara mekanik dengan pemingsanan adalah salah satu istilah tekhnis dalam
ilmu perternakan yang banyak dipraktekkan dalam penyembelihan. Yaitu dengan cara memingsankan binatang yang
akan disembelih dengan menggunakan mesin, yang kalau dibiarkan binatang akan
siuman dan bisa kembali seperti biasa, baru kemudian disembelih di saat
pingsan.[7]
Penggunaan
mesin untuk pemingsanan dimaksudkan untuk mempermudah roboh dan jatuhnya hewan
yang akan disembelih di tempat pemotongan dan meringankan rasa sakit hewan dan
penyembelihannya dilakukan dengan pisau yang tajam memutuskan huqum (tempat
berjalan nafas), mari' (tempat berjalan makanan), dan wadajain (dua urat nadi)
hewan yang disembelih oleh juru sembelih Islam yang terlebih dahulu membaca
basmalah.
Bahwa
hewan yang roboh dipingsankan di tempat penyembelihan apabila tidak disembelih
akan terbangun sendiri lagi segar seperti semula keadaannya, dan, penyembelihan
dengan sistem ini tidak mengurangi keluarnya darah mengalir, bahkan akan lebih
banyak dan lebih lancar sehingga dagingnya lebih bersih.[8]
Ada beberapa metode
a.
Pembiusan dengan karbondioksida
b.
Captive bolt pistols
c.
Setrum listrik
Proses penyembelihan hewan secara
mekanais adalah sebagai berikut:
1. Sebelum
disembelih hewan dipingsankan terlebih dahulu.
2. Setelah
dipingsankan, hewan harus tetap dalam keadaan hidup (bernyawa) sehingga jika
tidak jadi disembelih tetap dalam keadaan hidup secara normal
3. Hewan
tersebut disembelih menggunakan pisau tajam sehingga dapat memutuskan saluran
pernafasan, saluran makanan, dan dua urat leher
4. Pemotong hewan beragama Islam dan terlebih
dahulu mambaca basmallah ”Bismillahir rahmanirrahim”
5. Sesudah
disembelih dan darahnya telah berhenti mengalir, maka isi perut hewan tersebut
dikeluarkan semua dan selanjutnya dagingnya dipotong-potong
6. Selain itu waktu untuk menyembelih juga harus
dilakukan secara tepat. Jarak waktu yang ideal antara proses stunning dengan
proses penyembelihan antara 20 hingga 30 detik. Kurang dari itu akan
mempersulit melakukannya, sementara lebih dari iru akan menghasilkan dampak
kurang baik.
D.
Penyembelihan Hewan Secara Mekanik dalam Perspektif Islam
Binatang
yang mati tidak melalui metode dan tata cara penyembelihan yang benar menurut
syariat adalah haram untuk dimakan. Sembelihan yang benar (untuk selain unta
yang syariatnya cukup ditusuk pada lehernya) menurut hadits riwayat
ad-Daruquthni dan ath-Thabrani harus sempurna memutuskan empat urat leher,
yaitu hulqum (kerongkongan nafas), mari' (urat jalur makan), widjan (dua urat
darah di kanan kiri leher). Demikian ini menurut madzhab Hanafi.
Adapun
menurut Maliki cukup memutuskan urat kerongkongan dan dua urat leher. Sementara
mazhab Syafi'i dan Hanbali hanya mewajibkam terputusnya kerongkongan dan urat
makan. Semuanya spekat bahwa pemotongan ini tidak boleh dilakukan sekaligus
dengan membabat kepala darahnya berhenti keluar.[9]
Majelis Ulama Indonesia menetapkan/menfatwakan bahwa
penyembelihan hewan secara mekanis pemingsanan merupakan modernisasi berbuat
ihsan kepada hewan yang disembelih sesuai dengan anjuran Nabi dan memenuhi
persyaratan ketentuan syari'I dan hukumnya sah dan halal, dan oleh karenanya,
diharapkan supaya kaum Muslim tidak meragukannya.[10]
Allah swt memerintahkan seorang yang hendak
menyembelih binatang sembelihannya untuk berlaku ihsan (baik) terhadapnya dan
tidak menyakitinya. Untuk itu Rasulullah saw memerintahkan penggunaan pisau yang
tajam untuk penyembelihan agar mempercepat kematiannya, membahagiakan dan tidak
membuatnya stress dengan memperlihatkan penyembelihan maupun binatang yang
telah disembelih kepada binatang lainnya yang akan disembelih berikutnya,
sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya Allah telah menetapkan ihsan
(kebaikan) terhadap segala sesuatu. Apabila engkau membunuh maka bunuhlah
dengan cara yang baik dan apabila engkau menyembelih maka sembelihlah dengan
cara yang baik. Hendaklah salah seorang diantara kalian menajamkan pisau dan
membahagiakan sembelihannya.” (HR. Muslim)
E.
Rahasia
Penyembelihan dan Hikmahnya
Rahasia penyembelihan, menurut yang kami ketahui, yaitu melepaskan nyawa
binatang dengan jalan yang paling mudah, yang kiranya meringankan dan tidak menyakiti.
Untuk itu maka disyaratkan alat yang dipakai harus tajam, supaya lebih cepat
memberi pengaruh.
Di samping itu dipersyaratkan juga, bahwa penyembelihan itu harus dilakukan
pada leher, karena tempat ini yang lebih dekat untuk memisahkan hidup binatang
dan lebih mudah.
Dan dilarang menyembelih binatang dengan menggunakan gigi dan kuku, karena
penyembelihan dengan alat-alat tersebut dapat menyakiti binatang. Pada umumnya
alat-alat tersebut hanya bersifat mencekik. Nabi memerintahkan, supaya pisau
yang dipakai itu tajam dan dengan cara yang sopan.[11]
Masalah
makanan adalah masalah yang sangat prinsip karena berdampak pada perumbuhan
jasmani dan rihani seseorang dan keluarga yang ditanggungnya. Oleh karena itu,
islam sangat menganjurkan pada umuat islam untuk mencari makanan yang halal dan
baik dari segi zatnya (intrinsiknya) makanan maupun dari segi proses dan tata
cara dan cara memperolehnya. Rasulullah saw, bersabda, '' Tidak akan masuk
surga orang yang dagingnya tumbuh dari (makanan) yang haram, neraka lebih
pantas baginya.'' (HR Ahmad)[12]
ANALISIS
Dengan melihat beberapa pandangan dari berbagai ulama dan
lembaga hukum islam, kita mampu
mengelompokan beberapa pandangan tentang penyembelihan secara mekanik. Ajaran
islam mengatur penyembelihan hewab harus memenuhi syar’i. Yakni, hewan yang
akan dikonsumsi dagingnya harus disembelih dengan cara memutus saluran
pencernaan, nafas dan pembuluh nadi.
Berikut ini beberapa pandangan para ulama:
a.
Ulama al-Azhar terkemuka, Sayyid Sabiq, menegaskan,
ketentuan hewan harus disembelih dengan memutus saluran pencernaan nafas dan
pembuluh nadi merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh hewan yang akan
disembelih dengan cara mekanik. Menurut Sayyid Sabiq, jika syarat ini tidak
dipenuhi, maka daging tersebut haram dimakan.
b.
KH M Syukuri Ghazali menegaskan, penyembelihan secara
mekanis pemingsanan merupakan modernisasi berbuat ihsan kepada hewan yang
disembelih sesuai dengan ajaran Nabi dan memenuhi persyaratan ketentuan syar’I
dan hukumnya sah dan halal, dan oleh karenanya, diharapkan supaya kaum Muslim
tidak meragukannya.
c.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan fatwa
penyembelihan hewan secara mekanik. Komisi Fatwa MUI pada 24 Syawal 1396 h/18
Oktober 1976 melalui sebuah siding
memutuskan fatwa yang membolehkan penyembelihan hewan secara mekanik. Komisi
fatwa berpendapat, penyembelihan hewan secara mekanis pemingsanan merupakan
bentuk modernisasi berbuat ihsan kepada hewan yang disembelih sesuai dengan
ajaran Nabi SAW dan memenuhi kententuan syar’i.[13]
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan yang telah penulis paparkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
penyembelihan hewan secara mekanik pada dasarnya adalah sebuah usaha
modernisasi dari penyembelihan secara tradisional yang biasanya dilakukan dengan system
mekanisasi (melalui mesin) di tempat-tempat pemotongan hewan, penyembelihan
secara mekanik ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu dapat mengefisiensikan
waktu, tenaga dan biaya selain itu juga dinggap lebih berperikehewanan karena
didahului dengan pemingsanan hewan sebelum disembelih yang dapat mengurangi
rasa sakit hewan, dan dalam salah satu Hadits Rasulullahpun kita memang disuruh
untuk berbuat ihsan kepada hewan yang disembelih dan tidak menyakitinya.
Meskipun penyemeblihan secara mekanik ditakutkan ketika akan disembelih si
hewan dapat sadar kembali, karena efek dari pemingsanan bisa saja telah hilang.
Sehingga tempat pemotongan
hewan atau rumah pemotongan hewan harus benar-benar mengawasi serta selektif
melihat hal ini, sehingga hewan benar-benar tidak akan merasa sakit ketika
disembelih.
Maka
nyatalah kebolehan penyembelihan hewan secara mekanik asalkan memenuhi
ketentuan persyaratan syri’ sehingga daging hasil sembelihannya juga halal dan
syah untuk kita konsumsi.
DAFTAR
PUSTAKA
Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah 12. Bandung:
Al-Ma’arif.
Yusuf,Muhammad Qardhawi. 2007. Halal dan Haram
dalam Islam. Surabaya: Bina
Ilmu
MUI . 2003. Himpunan Fatwa
Manjelis Ulama Indonesia. Surabaya.
Setiawan
Budi Utomo. 2003. Fiqh Aktual: Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Jakarta: Gema Insani.
Arifin, Zaenal, dkk. 2012. LKS
PAI SANTRI. Pekalongan: Adi Siwi
http://senja-pantai.blogspot.com/2012/05/hukum
-menyembelih-hewan-secara-mekanik.html
[1]
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, (Bandung: Al-Ma’arif, 1987), hlm. 132
[2]
Drs. Zaenal arifin, dkk, LKS
PAI SANTRI, (Pekalongan: Adi Siwi, 2012), hlm. 38
[3]
Al-Qur’anul Karim
[4]
Al-Qur’anul Karim
[5]
Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, (Surabaya: Bina
Ilmu, 2007). Hlm.69-71
[6]
Drs. Zaenal arifin, dkk. Ibid.
hlm.38-39
[7]
Setiawan Budi Utomo, Fiqh
Aktual: Jawaban Tuntas Masalah
Kontemporer, (Jakarta: Gema Insanii, 2003), hlm. 95-96
[8]
MUI, Himpunan Fatwa Manjelis
Ulama Indonesia. 2003. Hlm. 142
[9]
Setiawan Budi Utomo, Op.Cit., hlm. 99-100
[10]
MUI,Himpunan Fatwa Manjelis
Ulama Indonesia. 2003. Hlm. 141-143
[11] Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, op.cit. hlm
[12]
Budi utomo, Op.cit, hlm. 100
[13]
http://senja-pantai.blogspot.com/2012/05/hukum -menyembelih-hewan-secara-mekanik.html
EmoticonEmoticon