Sejarah Nabi Muhammad saw dalam Membangun Masyarakat Melalui Kegiatan Ekonomi dan Perdagangan

  1. Sejarah Nabi Muhammad saw. Dalam Membangun Masyarakat Melalui Kegiatan Ekonomi dan Perdagangan

1.      Pengalaman Sebagai Pelaku Ekonomi dan Perdagangan
a.       Pengalaman menggembala kambing
Semenjak yatim piatu dan hidup bersama dengan pamannya Abu Thalib, Nabi Muhammad tumbuh sebagai seorang wirausahawan dalam mengembala kambing. Beliau mengembala kambing milik abu thalib dan milik pendidik mekah. Pengalaman tersebut membuat beliau memiliki sifat utel, sabar, tabah, tenang dan terampil.
b.      Pengalaman mengikuti pamannya berdagan ke negeri Syam
Sejak usia 12 tahun, Nabi Muhammad memperoleh pengalaman berdagang ke negeri Syam (sekarang Syiria, Jordan dan Lebanon). Dalam perjalan tersebut beliau dapat memperluas wawasan pengetahuan dengan menyaksikan bekas peninggalan sejarah berupa reruntuhan zaman terdahulu.
c.       Pengalaman Sebagai Karyawan dari Pengusaha Khadijah
Sekitar usia 20 hingga 25 tahun, Muhammad memiliki jiwa kewirausahaan yang tangguh. Hal ini dibuktikan dengan mendapatkan kepercayaan dari Khadijah binti Khuwailid seorang pengusaha wanita yang berhasil, untuk menjalankan perniagaannya ke negeri Syam, ketika itu beliau didampingi pembantu Khadijah bernama Maisarah. Perdagangan atau perniagaan yang dilaksanakan Muhammad saat itu sukses besar. Kesuksesan perniagaan beliau dengan menggunakan tata cara perniagaan yang Islami yakni: berlaku jujur dan sopan santun dalam menawarkan dagangan, sehingga disukai para pembeli, barang dagangan laku terjual, dan mendapatkan keuntungan besar. Jiwa kemandirian dalam berdagang dan menghadapi persaingan dari para pedagang lainnya dihadapi dengan kejujuran dan sopan santun.

2.      Membangun Ekonomi Keluarga
Setelah Muhammad menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun, beliau menjalankan bisnis perniagaannya hingga berkembang pesat. Berbagai negara didatanginya antara lain Yaman, Oman, dan Bahrain. Dalam berdagang beliau tetap menggunakan prinsip jujur dan sopan santun. Dari latar belakang ekonomi Khadijah yang sudah konglomerat itu, ditambah kesuksesan suaminya dalam menjalankan bisnisnya, maka rumah tangga Muhammad tergolong memiliki perekonomian yang mapan, dan sejarah mencatat bahwa setelah diangkat menjadi rasul pada usia 40 tahun, semua harta yang dimilikinya digunakan untuk biaya dakwah. Muhammad berhasil membangun perekonomian keluarga dengan cemerlang sebelum berusia 40 tahun.

3.      Membangun Ekonomi dan Perdagangan Umat
a.       Membangun masjid Nabawi sebagai tempat beribadah, berkumpul dan berinteraksi, dan pada tanggal 12 Rabiulawal tahun 1 hijrah digunakan untuk Salat Jumat yang pertama kali.
b.      Membangun keharmonisan umat dengan konsep ukhuwah Islamiyah berupa mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Ansar sehingga terjadi taawun (tolong menolong) di antara mereka
c.       Membangun perekonomian dan perdagangan dengan membuat pasar Baqi al Zubair, menetapkan timbangan dan takaran agar tidak merugikan pembeli dan penjual, dan menetapkan standar dirham dan dinar sebagai alat tukar yang sah.
Tijarah atau Bai’ yakni perekonomian dan perdagangan yang dibangun Rasulullah saw sebagaimana diajarkan Allah SWT dalam Al-Qur an adalah berprinsip sebagai berikut:
a.       Melarang memakan harta dengan cara batil (termasuk di dalamnya adalah perekonomian dan perdagangan yang dilakukan dengan batil)
b.      Melaksanakan perdagangan atas dasar‘an tarâdin atau kerelaan
(suka sama suka)
c.       Mencatat (akuntansi) dalam kegiatan perdagangan.

Firman Allah :




Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama- suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(Q.S. An-Nisa’/4:29)

Perekonomian yang bathil yaitu :
Riba artinya bertambah yang cenderung merugikan. Al-Qur an melarang keras pemakan riba dan menggolongkan sebagai penghuni neraka yang kekal di dalamnya (QS. Al-Baqarah/2:275). Riba dikategorikan transaksi yang batil dan menjadi contoh pertama para ahli tafsir ketika menafsirkan firman Allah “memakan harta dengan batil”.
Talaqqi Rukban, merupakan upaya pedagang dengan cara menghadang pedagang desa yang membawa barang dagangan sebelum sampai di pasar.
Bai’ Najasy, merupakan pengecohan dalam berdagang, yakni upaya perdagangan yang dilakukan dengan cara meminta bantuan orang lain agar memuji barang dagangannya atau menawar dengan harga yang lebih tinggi sehingga calon pembeli tertarik untuk membelinya.
Tadlis atau penipuan adalah transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh pembeli atau penjual (salah satu pihak). Islam mengatur agar setiap transaksi berprinsip kerelaan (sama-sama rida) antara kedua belah pihak. Mereka harus mendapatkan informasi yang sama sehingga tidak merugikan salah satu pihak. Tadlis dapat terjadi dalam hal kuantitas, kualitas, harga, maupun waktu penyerahan. Tadlis termasuk jual beli yang dilarang.
Garar merupakan jual beli yang mengandung ketidak-jelasan atau ketidakpastian bagi penjual maupun pembeli (kedua belah pihak). Misalnya jual beli ijon, jual beli ikan di dalam kolam, jual beli anak kambing yang belum lahir. Jual beli garar dapat terjadi dalam hal kualitas, kuantitas, harga maupun waktu, dan termasuk jual beli yang dilarang.
Ihtikar atau menimbun barang (monopolys rent seeking) merupakan spekulasi pedagang untuk mendapatkan keuntungan besar di atas keuntungan normal atau dia menjual hanya sedikit barang untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi, sehingga mendapatkan keuntungan di atas keuntungan normal. Ihtikar termasuk dilarang dalam Islam.

  1. Meneladani Perjuangan Nabi dan Para Sahabat di Madinah

1.      Keteladanan Nabi Muhammad dalam Membangun Ekonomi dan Perdagangan
        Sejak kecil Nabi Muhammad telah berwirausaha dengan menggembala kambing, ikut berdagang dengan pamannya, dan menjadi karyawan dari seorang pengusaha. Setelah beliau berkeluarga, jiwa kewirausahaan ini dikembangkan sehingga maju dengan pesatnya. Dan setelah menjadi Rasul dan Kepala Pemerintahan, beliau dengan bijak mengatur umatnya dengan salah satunya tentang perekonomian dan perdagangan.
        Oleh karena itu jiwa kewirausahaan beliau perlu kita tiru, sehingga kita sebagai umatnya di samping rajin beribadah melaksanakan perintah Allah misalnya salat dan puasa, juga dapat menunaikan zakat dan sedekah atas penghasilan dari hasil wirausaha. Sungguh suatu kebahagiaan tentunya jika kita dapat membangun kewirausahaan yang setelah sukses dengan ikhlas hati suka bersedekah.

2.      Keteladanan Para Sahabat dalam Kegiatan Ekonomi dan Perdagangan.
        Dalam sejarah tercatat, para sahabat Nabi Muhammad saw yang berhasil membangun ekonomi dan perdagangan dalam kehidupannya sehingga menjadi milyarder, antara lain adalah Umar bin Khatab r.a, Usman bin Affan r.a, Zubair bin Awwam r.a, Amr bin Al-Ash r.a, dan Abdurrahman bin Auf r.a.
Dikisahkan ketika Umar bin Khatab r.a sebagai Khalifah (13- 23 H/634-644 M), keadaan perekonomian rakyatnya berkecu- kupan, sebagaimana Mu’adz bin Jabal mengatakan bahwa di Yaman sampai kesulitan menemukan seorang miskin pun yang layak diberi zakat (Al-Amwal, hal 596). Setiap Guru di Madinah mendapatkan gaji sebesar 15 dinar atau + 18 juta/bulan (Ash-Shinnawi, 2006). Beliau meninggalkan harta warisan berupa ladang pertanian sebanyak 70.000 ladang, yang rata-rata harga ladangnya sebesar Rp 160 juta (perkiraan konversi ke dalam rupiah). Itu berarti, beliau meninggalkan warisan sebanyak Rp 11,2 Triliun. Setiap tahun, rata- rata ladang pertanian saat itu menghasilkan Rp 40 juta, “Berarti Umar ra mendapatkan passive income sebanyak Rp 2,8 Triliun setiap tahun, atau 233 Miliar sebulan!”. (Fikih Ekonomi Umar ra, penerbit Khalifa, hal. 47 & 99, konversi pada saat harga dinar Rp 1,2 juta).
Usman bin Affan r.a terkenal sebagai sahabat yang berhasil dalam menjalankan bisnisnya dan terkenal dermawan. Kekayaan beliau yang berupa simpanan uang = 151 ribu dinar plus seribu dirham, mewariskan properti sepanjang wilayah Aris dan Khaibar, beberapa sumur senilai 200 ribu dinar (Rp 240 M).
Kekayaan sahabat lainnya yakni Zubair bin Awwam r.a adalah 50 ribu dinar, 1000 ekor kuda perang, dan   1000 orang budak; kekayaan Amr bin Al-Ash ra adalah 300 ribu dinar; sedangkan
Abdurrahman bin Auf ra memiliki kekayaan melebihi seluruh kekayaan sahabat, karena dalam satu kali duduk saja, pada masa Rasulullah saw, Abdurrahman bin Auf berinfaq sebesar 64 Milyar (40 ribu dinar).

Download File Sejarah Nabi Muhammad saw.



Share this

Related Posts

Previous
Next Post »