Filasafat Ibnu Thufail dan Biografinya



Filsafat Ibnu Thufail-Filsafat adalah salah satu kajian ilmu yang dimasukkan ke dalam mata perkuliahan guna untuk memperluas kemampuan berfikir Mahasiswa.Sehingga mempunyai kemampuan untuk memahami ajaran-ajaran Islam komprehensif dan filosofis dan pada gilirannya trampil untuk menyampaikan kepada masyarakat secara lugas dan rasional sesuai dengan ilmu pengetahuan. Dengan mengkaji pengertian filsafat Islam tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia sarat dengan muatan teologis dan historis. Dua hambatan ini, perlahan tetapi pasti akhirnya dapat diakomodasikan dan tidak menjadi hambatan selanjutnya. Secara historis tarik-menarik kepentingan bahwa filsafat itu murni atau tidak murni dari Islam adalah fakta yang tak bisa di hindari.
Salah satunya adalah Ibnu Thufail yang juga merupakan filosof yang pemikirannya dikenal oleh berbagai kalangan. Oleh karena itu makalah ini akan memaparkan tantang salah satu filosof Islam yaitu Ibnu Thufail, baik mengenai biografi, karya-karyanya dan hasil pemikirannya.          


A.    Biografi Ibnu Thufail
Nama lengkap Ibnu Thufail ialah Abu Bakar Muhammad Ibnu Abd Al-malik Ibnu Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Thufail. Ia dilahirkan di Guadik, Provinsi Granada, Spanyol pada tahun 506 H/110 M. Ibnu Thufail termasuk dalam keluarga suku Arab terkemuka, Qais. Dalam bahasair latin ia populer dengan sebutan Abu  Bacer, Ibnu Thufail juga memiliki disiplin ilmu dalam berbagai bidang, selain sebagai seorang filosof, ia juga ahli ilmu kedokteran, matematika, astronomi, dan penyairyang sangat terkenal dari Dinasti Al-Muwahhid Spanyol. Ia memulai kariernya sebagai dokter praktik di Granada. Lewat ketenarannya sebagai dokter, ia diangkat menjadi sekretaris gubernur di provinsi itu. Kemudian, ia diangkat menjadi sekretaris pribadi Gubernur Geuta dan Tangieroleh putra Al-Mu’min, penguasa Al-muwahhid Spanyol. Selanjutnya ia diangkat menjadi dokter pemerintah dan sekaligus menjadi qadhi. Ibnu Thufail meletakan jabatan sebagai dokter pemerintah pada tahun 587 H atau 1182 H karena alasan usianya yang sudah lanjut

B.     Karya Ibnu Thufail
Ibnu Thufail tidak mempunyai kesempatan banyak menulis sebab sibuk dengan tugas-tugasnya di pemerintah. Meskipun demikian, bahkan hanya satu yang tersisa sampai hari ini, Risalah Hayy Ibn Yaqzan. Sebagai gambaran isi kitab tersebut secara singkat pada gambaran umumnya.
Hayy Ibn Yaqzan dalam tlisan Ibnu Thufail bukanlah simbol akal aktif, tetapi simbol akal manusia yang tanpa bimbingan wahyu mampu mencapai kebenaran tentang Tuhan dan alam rohaniah lainnya, dan kebenaran tidak bertentangan dengan kebenaran wahyu. Absal Salaman dapat di pandang sebagai simbol wahyu yang dipahami dengan pemahaman yang berbeda.
Pada sisi lain, Hayy Ibn Yaqzan pun menjadi tahu bahwa yang diceritakan Absal dan Salaman tentang Wahyunya, kewajiban-kewajiban ritual, dan pahala tenyata sesuai juga dengan pemahaman yang berbeda yang dialami sendiri.dengan demikian, dia tidak dapat berbuat hal lain kecuali percaya pada syariat yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW. Kepada umatnya manusia, dan menerima sebagai kebenaran yang tak terbantahkan.

C.     Hasil Pemikiran Ibnu Thufail

1.      Pola Filsafatnya
Secara filosofis, karya Ibnu Thufail Hayy Yaqzan merupakan suatu pemaparan yang hebat tentang teori Ibnu Thufail mengenai pengetahuan, yang berupaya menyelaraskan Aritoteles dengan Neo-Platonis di satu pihak,dan Al-Ghazali dengan Ibnu Bajjah di pihak lain. Al-Ghazali sangat kritis dan dogmatis terhadap rasionalismenya Aritoteles tetapi Ibnu Bajjah dalah pengikut sejati Aritoteles. Ibnu Thufail, mengikuti jalan tengah, menjembatani jurang pemisah antara dua pihak itu. Sebagai seorang rasionalis dia tidak memihak Ibnu Bajjah dalam melawanAl-Ghazali dan mengubah tasawuf menjadi rasionalisme. Adapun sebagai seorang ahli tasawuf, dia memihak al-Ghazali dalam  melawan Ibnu Bajjah dan mengubah rasionalisme menjadi tasawuf. Pola filsafat yang ditawarkan oleh Ibnu Thufail adalah proses mencapai tujuan. Apakah proses itu benar dan baik atau tidak. Hal itu akan terlihat dari tujuan yang hendak dicapai.

2.      Tuhan dan Kekekalan Alam
Apakah dunia kekal, atau diciptakan oleh Tuhan dari ketiadaan kehendak-Nya? Inilah salah satu masalah paling menantang dalam filsafat Muslim. Ibnu Thufail, sejalan dengan kemahiran dialektisnya, menghadapi masalah itu dengan tepat sebagaimana kant. Tidak seperti para pendahulunya, dia tidak menganut salah satu doktrin saingannya, juga tidak berusaha mendamaikan mereka. Di pihak lain, dia mengecam dengan dengan pedas para pengikut Aristoteles dan sikap-sikap teologis. Kekekalan dunia melibatkan konsep eksistensi tak terbatas yang tak kurang mustahilnya dibandingkan gagasan tentang rentangan tak terbatas.
Tuhan dan dunia sama-sama kekal, bagaimana bisa yang pertama dianggap sebagai penyebab kedua? Dengan mengikuti pandangan Ibnu Sina, Ibnu Thufail membuat perbedaan antara kekekalan dalam esensi dan kekekalan dalam waktu, dan percaya bahwa Tuhan ada sebelum adanya dunia dalam hal esensi, tetapi tidak dalam hal waktu. Sebagaimana diperlihatkan dalam fiksi Ibnu Thufail, Tuhan dapat ditemukan dengan dorongan batin, keselamatan, dan kebahagiaan manusia.
Dalam membuktikan adanya Tuhan Ibnu Thufail mengemukakan tiga argumen sebagi berikut.
v  Argumen gerak (al-harakat)
Gerak alam ini menjadi bukti tentang adanya Tuhan, baik bagi orang yang menyakini alam baharu (hadits), berarti alam ini sebelumnya tidak ada, kemudian menjadi ada. Untuk menjadi ada mustahil dirinya sendiri mengadakan. Oleh karena itu, mesti ada penciptanya. Pencipta inilah yang menggerakan alam dari tidak ada menjadi ada, yang disebutnya dengan Tuhan. Sementara itu, bagi orang yang menyakini alam kadim, alam tidak diketahui oleh tidak ada dan selalu ada gerak alam ini kadim, tidak berawal dan tdak berakhir. Karena zaman tidak mendahuluinya, arti kata gerak ini tidak diketahui oleh diam. Adanya gerak ini menunjukan secara pasti adanya penggerak (Tuhan). Bagi orang yang menyakini alam kadim, penggerak ini berfungsi mengubah materi di alam dari potensial ke aktual, arti kata mengubah satu bentuk ada kepada bentuk da yang lain. Dengan argumen ini, Ibnu Thufail memperkuat argumentasi bahwa tanpa wahyu akal dapat mengetahui adanya Tuhan.

v  Argumen materi (al-madat dan bentuk (al-shurat)
Argumen ini didasarkan pada ilmu fisika dan masih ada korelasinya dengan dalil yang pertama (al-harakat). Hal ini dikemukakan oleh Ibnu Thufail dalam kumpulan pokok pikiran yang terkait antara satu dengan lainnya, yakni sebagai berikut.
a.       Segala yang ada ini tersusun dari materi dan bentuk.
b.      Setiap materi membutuhkan bentuk.
c.       Bentuk tidak mungkin bereksistensi penggerak.
d.      Segala yang ada (maujud) untuk bereksistensi membutuhkan pencipta.
Argumen diatas dapat dibuktikan adanya Tuhan sebagai pecipta alam ini. Ia Maha Kuasa dan bebas memilih serta tidak berawal dan tidak berakhir.
v  Argumen al-Ghaiyyat dan al-inayat al-illahiyyat
Segala yang ada di alam ini mempunyai tujuan tertentu. Menurut Ibnu Thufail, ini tersusun sangat rapi dan sangat teratur. Semua planet: matahari, bulan, bintang, dan lainnya beredar secara teratur. Begitu juga jenis hewan, semuanya dilengkapi dengan anggota tubuh yang begitu rupa. Semua anggota tubuh tersebut mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang sangat efektif  kemanfaatannya bagi hewan yang bersangkutan. Tampaknya, tidak satu pun ciptaa ini keadaan percuma.
Dalam hal zat dan sifat Tuhan, Ibnu Thufail sejalan dengan pendapat Mu’tazilah. Sifat-sifat Tuhan Yang Maha Sempurnatidak berlainan dengan zat-Nya. Tuhan mengetahui dan berkuasa  bukan dengan sifat ilmu dan kudrat yang melekat pada zat-Nya sendiri.
Ibnu Thufail membagi sifat  Tuhan menjadi dua kelompok yaitu:
a.       Sifat-sifat yang menetapkan wujud zat Tuhan.
b.      Sifat-sifat yang menafikan paham kebendaan dari zat Tuhan.


3.      Materi dan Jiwa
Ibnu Thufail mengambil argumen Aristoteles bahwa materi adalah prinsip individual dan bahwa entitas-entitas intelektual, seperti bentuk- bentuk Plato, karenanya, mempunyai aritmetika yang problematis sebagai sejenis asas pemakaian yang bertentangan dengan penyatuan pemikiran, pemikir dan objek pemikiran oleh Aristotelian. Benar, ia sepakat bahwa pikiran adalah apa yang diketahui pikiran itu. Akan tetapi.berkenaan dengan hal-hal yang intelektual, tidak ada kesatuan  atau perbedaan.
Jiwa, pada tahap awalnya, bukanlah suatu tabula rasa atau papan tulis kosong. Imaji Tuhan telah tersirat di dalamnya sejak awal, tetapi untuk menjadikan tampak nyata, kita perlu memulai dengan pikiran yang jernih tanpa prasangka. Bukan hanya disiplin jiwa, tetapi juga pendidikan semua indra dan akal, yang diperlukan untuk mendapatkan visi semacam itu. Setelah mendidik indra dan akal serta memerhatikan ketebatasan keduanya, Ibnu Thufail berpaling pada disiplin jiwa, yang membawa pada ekstase, sumber tertinggi pengetahuan.
D.    Ajaran Filsafat Ibnu Thufail

1.      Tentang Dunia
Kekekalan dunia melibatkan konsep eksitensi tak terbatas yang tak kurang mustahilnya dibandingkan gagasan tentang rentangan tak terbatas. Eksistensinya semacam ini tidak dapat lepas dari kejadian-kejadian yang tercipta pasti tercipta secara lambat laun. Sebagaimana, Al-Ghazali mengemukakan bahwa gagasan mengenai kemaujudan sebelum ketidakmaujudantiadak dapat dipahami tanpa anggapan bahwa waktu itu telah ada, tapi waktu itu sendiri merupakan suatu kejadian tak terpisahkan dari dunia. Jadi segala yang tercipta pasti membutuhkan pencipta.



2.      Tentang Tuhan
Penciptaan dunia yang berlansung lambat laun itu mensyaratkan adanya satu pencipta, sebab dunia tak bisa maujud dengan sendirinya. Juga sang Pencipta bersifat immaterial, sebab materi yang merupakan suatu kejadian dunia diciptakan oleh satu pencipta. Di pihak lain anggapan bahwa Tuhan bersifat material akan membaca suatu kemunduran yang tiada akhir adalah musykil. Oleh krena itu, dunia pasti bersifat immaterial, maka kita tidak dapat mengenalinya lewat indera kita ataupun lewat imajinasi, sebab imajinasi hanya menggambarkan hal-hal yang dapat ditangkap oleh indera.

3.      Epistemologi
Dalam epistemologi, Ibnu Thufail menjelaskan bahwa ma’rifat itu dimulai dari pancaindera. Dengan pangamatan dan pengalaman dapat diperoleh pengetahuan inderawi. Ma’rifat dilakukan dengan dua cara: pemikiran atau renungan akal, seperti yang dilakukan para filosof Muslim; dan kasyf ruhani (tasawuf) seperti yang dilakukan oleh kaum sufi.

4.      Etika/Akhlak
Manusia merupakan suatu perpaduan tubuh, jiwa hewani dan esensi non-bendawi, dan dengan demikian menggambarkan binatang, benda angkasa dan Tuhan. Seperi Ibnu Thufail sendiri tampaknya percaya bahwa benda-benda angkasa memiliki jiwa hewani dan tenggelam dalam perenungan yang tak habis-habisnya tentang Tuhan, baik positif maupun yang negatif, yaitu pengetahuan, kekuasaan, kebijaksanaan, kebebasan dari keinginan jasmani dan sebagainya.

A.    Kesimpulan

1.       Nama lengkap Ibnu Thufail ialah Abu Bakar Muhammad Ibnu Abd Al-Malik Ibnu Muhammad Ibnu Thufail. Ia dilahirkan di Guadik, provinsi Granada Spanyol pada tahun 506 H/110 M dan meninggal di kota Marraqesh. 
2.      Dalam karyanya  Ibnu Thufail bukanlah simbol yang akal aktif, tetapi simbol akal manusia yamh tanpa bimbingan wahyu mampu mencapai kebenaran tentang dunia fenomena serta tentang Tuhan dan alam rohaniah lainnya, dan kebenarannya tidak bertentangan dengan kebenaran wahyu.
3.      Dalam hal dan sifat Allah, Ibnu Thufail sejalan dengan pendapat Mu’tazilah. Sifat-sifat Allah Yang Maha Kuasa tidak berlawanan dengan zat-Nya. Allah memgetahui dan berkusa bukan dengan dengan sifat ilmu dan kudrat yang melekat pada zat-Nya, tetapi zat-Nya sendiri.

B.     Kritikan Saran
Tidak ada manusia yang sempurna dan tak luput sebagi seorang manusia pasti banyak salah khilaf. Penulis dan penyajian makalah initentunya banyak srkali kesalahan dan kekurangan dan tentunya bukan disebabkan oleh siap-siap melainkan ketidakbiasaan kami pribadi untuk itulah kami mengharapsaran dan kritik agar kelak kemudian hari kami dapat perbaiki.
Dalam makalah yang mengkaji dengan Ibnu Thufail dalam buku filsafat Islam ini kami harap bisa bermanfaat bagi kita khususnya Tarbiyah dengan drmikian sedikit banyak hal ini maka akan membantu kita untuk memahami tentang apa yang terkandung dalam kajian Ibnu Thufail.   

















Share this

Related Posts

Previous
Next Post »